Pembangunan Indonesia Harus Berparadigma Maritim



JAKARTA. Indonesia hidup sebagai bangsa yang menyalahi fitrahnya. Dengan sebagian besar wilayahnya yang terdiri dari laut, bangsa ini malah mementingkan pembangunan daratan. Hal ini dikemukakan Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti kala memberikan kuliah umum yang bertajuk Tragedi Bangsa: Berpikir Daratan Dalam Membangun Negara Kepulauan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (25/6).

Indonesia, Dorodjatun menjelaskan, memiliki keuntungan geografis yang bisa diturunkan menjadi keuntungan geoekonomi. Saat ini lebih dari separuh tonase angkutan laut dunia melewati perairan Indonesia.

Sebanyak 60% keperluan minyak dan gas, biji besi, nikel, batubara, serta komoditas perdagangan lainnya, yang diangkut dengan kapal-kapal tanker, melewatii perairan Indonesia. “Jadi Indonesia ini punya peran penting dalam perekonomian dunia,” ujarnya.


Ditambah lagi, ke depan tren ini akan semakin meningkat menyusul ditemukannya ladang gas Gorgon di Australia, Blok gas terbesar di dunia itu diperkirakan memiliki cadangan gas 40 triliun kaki kubik. Di masa mendatang, negeri Kangguru itu juga akan tetap menjadi penghasil batubara terbesar di dunia. Artinya, ini adalah potensi besar yang harus dimaksimalkan, sebab pengangkutan komoditas dari Australia akan melewati perairan Indonesia.

Untuk memanfaatkan potensi ini, pemerintah harus fokus membangun industri maritim. Misalnya industri galangan kapal. Saat ini, Singapura mengeduk keuntungan dengan membuat basis industri galangan kapal untuk reparasi dan pemeliharaan kapal. Sementara Indonesia kemampuan industrinya masih sangat terbatas. “Masak perbaiki kapal di Singapura padahal kapalnya lewat disini,” tandasnya.

Selain itu, pembangunan infrastruktur di Indonesia juga lebih mementingkan pembangunan daratan dengan investasi yang jauh lebih besar. Dorodjatun mencontohkan proyek pembangunan tol Jakarta Surabaya. Lebih mudah mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya lewat laut ketimbang membangun jalan tol. Investasi yang mahal dan mengorbankan ratusan ribu hektar sawah menjadi harga yang harus dibayar. “Laut itu bukan pemisah. Tapi jalan yang tidak diaspal. Artinya ini berpotensi jauh lebih murah ketimbang membuat jalan tol,” tukasnya.

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo menyatakan, pemikiran untuk memaksimalkan potensi geografis Indonesia ini sudah diadopsi dalam rencana pembangunan yang disusun pemerintah. Dalam RPJMN 2010-2014, pemerintah memiliki rencana tindak untuk pengamanan jalur distribusi barang dan jasa ( domestic connectivity). “Kita akan perkuat domestic connectivity dulu,” tukasnya. Lewat domestic connectivity ini, pemerintah berencana untuk meningkatkan aktifitas perdagangan antar pulau di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: