Pembangunan Indonesia ke Depan Lebih Ramah Lingkungan



JAKARTA. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, keberpihakan terhadap lingkungan hidup menjadi salah satu tolok ukur. Indonesia mengklaim secara bertahap sedang menuju kearah itu.

Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Deddy Maskuriadi menyatakan, pemerintah secara bertahap mencoba untuk meninggalkan praktek pengambilan keuntungan jangka pendek yang berdampak buruk pada lingkungan dan mencoba lebih ramah terhadap lingkungan meskipun manfaatnya hanya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Buktinya adalah komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi 26% pada 2020.

Program dan komitmen pemerintah untuk mengurangi 26% emisi karbon akibat efek rumah kaca pada 2020 mendatang, membutuhkan dana yang sangat besar. Total kebutuhan dana yang akan dialokasikan dari 2010-2020 sebesar Rp 83,3 triliun. “Ini cermin arah anggaran kita yang menuju green economy dan green budgeting,” tandas Deddy kala workshop bertajuk Green Budgeting for Sustainable Development di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (10/6).


Anggaran ini nantinya akan dialokasikan untuk memperkuat anggaran untuk lingkungan dan sumber daya alam di kementerian terkait. “Terutama untuk sektor yang langsung bersinggungan yakni kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Industri dan sektor sarana dan prasarana,” ujar Deddy.

Namun, anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimata menilai pemerintah belum menerapkan konsep green ekonomi dalam anggaran belanja rutin dan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Padahal dua hal ini bisa menjadi indikator apakah pemerintah sudah menerapkan instrument green budgeting sebagai konsep green economy atau belum.

Dia mencontohkan, dalam proyek pembangunan jalan yang membutuhkan kayu, harus dilihat apakah kayu itu berasal dari kayu ilegal atau tidak. Sebab, pada prakteknya, pemerintah kerap tidak memedulikan hal itu. “Di Kalimantan Barat, pengadaan kayu untuk pembangunan jalan yang dilakukan pemerintah, diambil dari kayu ilegal,” tandasnya.

Menurut Arif, penerapan green budgeting yang merupakan salah satu instrumen green economy itu, tidak selalu bicara soal persentase alokasi untuk lingkungan hidup. Namun yang terpenting adalah penerapan di lapangan.

Konsep green economy harus memperhatikan segi perekonomiannya, kemanusiaan, dan keberlangsungan lingkungan. Sehingga, dalam penerapan anggaran memiliki tujuan jangka panjang yang lebih jelas dalam hal keberlangsungan hidup masyarakat.

DPR kata Arif akan mulai mendorong agar wacana ini menjadi standar dalam penyusunan dan implementasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Harapannya dalam waktu 2-3 tahun bisa menjadi konsep utuh yang dioperasionalkan secara nasional sampai tingkat pemerintah daerah,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi