Pembangunan jembatan Selat Sunda berbahaya



JAKARTA. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) memberikan peringatan akan rencana pembangunan jembatan Selat Sunda dari sisi geologi.Menurut Kepala Badan Geologi R Sukhyar, jembatan yang akan menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa tersebut akan dibangun melintasi selat sunda. Dimana selat tersebut dikontrol oleh sistem geotektonik busur sunda, pada zona peralihan tunjaman asimetri miring Sumatera dan tunjaman asimetri tegak Jawa."Kondisi tektonik ini menyebabkan Selat Sunda memiliki potensi bahaya guncangan gempa bumi, letusan gunung api, landaan pergerakan tanah dan tsunami," kata Sukhyar, Kamis (30/9).Bahaya gempa bumi tektonik di kawasan ini berpotensi terjadi akibat tumbukan lempeng pada zona tunjaman yang berada di radius 500 km dari wilayah tapak pembangunan jembatan. Gempa bumi ini dapat mempunyai kekuatan maksimum lebih dari 8 SR dari tiga patahan aktif, yaitu Teluk Lampung, Panaitan-Rajabasa, dan Sukadana.Kemudian, bahaya letusan gunung api tipe A dari gunung Krakatau yang berada pada radius 50 km. Selain Krakatau, selat potensi bahaya letusan gunung api tipe B juga berasal dari gunung Rajabasa dan gunung Rawa Dano.Sementara, gerakan tanah di wilayah ini dapat terjadi diatas permukaan dan di bawah permukaan laut. Akibat longsornya sedimen dasar laut yang tebal pada lereng dasar laut yang terjal. Dua cekungan dasar laut dijumpai di rencana perlintasan jembatan yakni di sebelah utara dan selatan Pulau Sangiang.Terakhir gelombang Tsunami di kawasan ini pernah terjadi pada 1883 saat gunung Krakatau meletus. Tsunami juga bisa terjadi jika terjadi guncangan teknonik kuat yang mematahkan lantai selat sunda. "Potensi bahaya geologi ini seharusnya bukan menjadi penghalang pembangunan yang telah direncanakan, tetapi merupakan peringatan dini agar diwaspadai. Serta diantisipasi dengan rekayasa tekniok yang baik," pungkasnya.Proyek jembatan Selat Sunda merupakan salah satu proyek yang akan dikerjakan dengan konsep public private partnership (PPP) alias kerjasama pemerintah dan swasta. Karena kebutuhan investasinya terlalu besar bagi pemerintah, yaitu Rp 100 triliun sampai Rp 117 triliun. Jika sudah beroperasi nanti, pemerintah optimis kegiatan ekonomi masyarakat di kedua pulau itu akan lebih bergairah. Karena jembatan ini menghubungkan 80% produk domestik regional bruto (PDRB) Indonesia. Dimana 60% berasal dari Pulau Jawa dan 20% Pulau Sumatera.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: