Pembangunan MRT masih terus berlanjut



JAKARTA. Pembangunan proyek transportasi massal cepat (MRT) terus berlangsung. Senin (29/12) pagi, 23 bangunan liar di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dibongkar untuk pembangunan depo MRT. Meski diwarnai protes warga, pembongkaran dilanjutkan.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Kukuh Hadi Santosa mengatakan, 23 bangunan yang dibongkar itu tidak memiliki sertifikat hak milik tanah dan bangunan. Itu sebabnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bisa memberikan uang ganti rugi.

”Ganti rugi hanya bisa diberikan apabila warga bisa menunjukkan sertifikat kepemilikan bangunan. Kalau warga bisa menunjukkan surat kepemilikan, kami akan mengakomodasi sesuai ketentuan,” kata Kukuh di Jakarta, kemarin.


Menurut Kukuh, sebelum pembongkaran dilaksanakan, pihaknya sudah menyosialisasikan rencana pembangunan depo MRT di lokasi tersebut. Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan surat pemberitahuan kepada warga agar segera meninggalkan lokasi pembangunan.

Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Tri Djoko menjelaskan, pihaknya tidak bisa menunda rencana pembongkaran bangunan liar itu. ”Kami sudah menyosialisasikan rencana ini sejak lama. Saya tegaskan, hari ini bangunan liar harus rata dengan tanah,” ujarnya.

Tri menjelaskan, seluruh bangunan liar yang dibongkar berada di dalam kompleks Stadion Lebak Bulus seluas 31.000 meter persegi. Total luas lahan bangunan yang dibongkar mencapai 7.500 meter persegi. Menurut Tri, lokasi bekas Terminal Lebak Bulus dan Stadion Lebak Bulus tersebut akan dijadikan depo MRT.

Protes warga

Sejak pukul 07.00, petugas mulai mengangkut barang-barang yang berada di dalam rumah warga. Dengan menggunakan alat berat, petugas kemudian merobohkan bangunan rumah dan kios di kompleks stadion itu. Petugas juga menebang pohon-pohon di sana.

Salah satu bangunan yang terkena dampak pembangunan MRT adalah tempat tinggal Neri Ruliarso (43), pedagang kopi dan mi instan. Sejak lima tahun lalu, Neri dan Sulis (68), ibunya yang terkena stroke, menyewa ruang di Stadion Lebak Bulus untuk tempat tinggal.

Neri menjelaskan, sambil mencari tempat tinggal baru, ia bersama ibunya yang merupakan pendukung senior klub sepak bola Persija diizinkan tinggal di Stadion Lebak Bulus hingga Februari 2015. Namun, belum memasuki tahun baru, rumahnya sudah dirobohkan.

”Tadi malam ibu sudah saya pindahkan. Sementara ini kami menumpang di rumah teman di dekat Terminal Lebak Bulus,” kata Neri sambil mengumpulkan seng dan besi bekas bangunan untuk dijual.

Saat pembongkaran dilaksanakan, sejumlah warga terlihat protes. Salah satunya, Susilawati (37), yang mengaku terkejut karena pembongkaran dilaksanakan mendadak.

”Beberapa waktu lalu memang ada sosialisasi. Kemudian dilanjutkan pengukuran rumah. Sekarang tiba-tiba rumah dirobohkan,” kata perempuan yang sudah tinggal di kompleks stadion itu lebih dari 20 tahun.

Kepada Wakil Wali Kota Jakarta Selatan, Susilawati meminta pembongkaran dihentikan. Namun, menurut Tri Djoko, pembongkaran tidak dapat ditunda. ”Sebagai gantinya, kami siap memberikan ganti rugi asalkan warga bisa menunjukkan bukti-bukti kepemilikan lahan,” katanya.

Andi Faisal, perwakilan tim kuasa hukum warga, menjelaskan, warga tidak setuju dengan pembongkaran lahan yang dilakukan Pemprov DKI. Menurut dia, tidak semua lahan merupakan tanah garapan milik negara. Lahan yang berada di luar Stadion Lebak Bulus, seluas 3.500 meter persegi, merupakan lahan milik warga yang juga terkena pembongkaran.

”Lahan itu memang belum bersertifikat. Beberapa tahun lalu kami sudah mengajukan permohonan sertifikat, tetapi tidak disetujui pemerintah,” katanya.

Menurut Andi, warga menuntut ganti rugi karena sudah tinggal di Stadion Lebak Bulus selama 20 tahun atau lebih.

Pengalihan lalu lintas

Direktur Utama PT MRT Dono Boestami menjelaskan, saat ini pihaknya sedang melaksanakan pembangunan stasiun-stasiun MRT yang berada di tengah Jalan Lebak Bulus Raya dan Jalan Fatmawati. Pembangunan depo MRT sendiri mulai dilaksanakan setelah seluruh bangunan Stadion dan Terminal Lebak Bulus selesai dirobohkan.

Berdasarkan pantauan Kompas, sebagian bangunan di Terminal Lebak Bulus sudah dirobohkan. Kondisi terminal yang sudah tidak kondusif membuat para penjual tiket membuat bangunan semipermanen di pinggir Jalan Pondok Pinang Raya. Sementara itu, para penumpang terpaksa menunggu bus di bawah terik matahari.

Kondisi itu membuat angkutan umum berhenti di sembarang tempat sehingga menyebabkan kemacetan.

Dono menjelaskan, untuk mengatasi kemacetan, pihaknya membutuhkan lahan di sekitar Stadion dan Terminal Lebak Bulus yang saat ini ditempati warga. Pembongkaran rumah dan kios liar di kompleks stadion yang kemarin dilaksanakan, kata Dono, salah satu tujuannya untuk menyediakan lahan guna pengalihan lalu lintas.

”Kami sudah membangun halte sementara untuk bus transjakarta di Pasar Jumat. Kami membutuhkan lahan-lahan lain untuk pengalihan lalu lintas agar jalur di sekitar proyek pembangunan tidak padat,” katanya.

Menurut Dono, sambil menunggu seluruh bangunan Stadion dan Terminal Lebak Bulus dirobohkan, pihaknya fokus membangun stasiun dan jalan layang.

Dono menjelaskan, pembangunan MRT tahap I dilaksanakan dengan rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia dengan depo kereta MRT berada di Lebak Bulus. Sementara pembangunan MRT tahap II dilaksanakan di rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan dengan depo MRT di Kampung Bandan.

Menurut Dono, seluruh pembangunan proyek MRT harus selesai sebelum gerbong kereta MRT datang. Pada tahun 2017 akan datang 96 gerbong MRT atau 16 rangkaian kereta. (DNA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie