KARAWANG. Dua tahun lagi, pemerintah Indonesia dan Jepang merealisasikan megaproyek Metropolitan Priority Area (MPA) di Karawang, Jawa Barat, dengan prioritas membangun pelabuhan Cilamaya yang akan dijadikan sebagai gerbang distribusi otomotif dan industri lain menuju berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Kepastian itu dilontarkan Menteri Perindustrian RI MS Hidayat pada peletakan tiang pancang pertama pabrik mesin PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), di Karawang, Jawa Barat (25/2). ”Baru saja disepakati atas desakan kami. Tadinya pembangunan dimulai 2020, tapi saya protes dan akhirnya dipercepat mulai 2015. Tapi saya tetap mengimbau, pembangunan tidak mengganggu lahan di sekitarnya,” tegas Hidayat. Solusi Dijelaskan, pelabuhan (port) ini akan menjadi solusi kemacetan serta beratnya ongkos pengiriman dari dan menuju Tanjung Priuk yang selama ini membuat investor ragu-ragu menanamkan modal. Diharapkan, semakin banyak investor asing yang membangun pabrik di Karawang untuk dijadikan basis ekspor industri otomotif. Sebelum meresmikan pembangunan pabrik mesin tersebut, Presiden Direktur TMMIN Masahiro Nonami dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Ushio Shigeru berdiskusi santai dengan KompasOtomotif dan mengeluhkan akses pengiriman. Dikatakan Nonami, untuk distribusi dari Karawang ke pelabuhan Tanjung Priuk butuh 9 jam. ”Masalah kami pada ekspor. Ini hanya kebijakan pemerintah. Blue print (Cilamaya) sudah ada. Kami sebagai produsen siap meningkatkan eskpor jika infrastruktur ada,” kata Nonami. G2G Pelabuhan Cilamaya adalah hasil kesepakatan G2G atau Goverment to Goverment antara Pemerintah Indonesia dan Jepang. Negeri Matahari Terbit berminat membangun Pelabuhan di Kabupaten Karawang karena sejumlah perusahaan Jepang akan merelokasi pabriknya secara besar-besaran ke Indonesia. Pembangunan menggunakan sistem Build Operation Transfer (BOT). Artinya, Jepang akan membangun sekaligus mengoperasikan pelabuhan dalam waktu tertentu meski proyek tetap menjadi aset pemerintah Indonesia. Dijelaskan, Jepang akan mengembalikannya ke Indonesia sebagai aset negara dalam 25-30 tahun mendatang. (Donny Apriliananda)
Pembangunan pelabuhan Cilamaya dipercepat di 2015
KARAWANG. Dua tahun lagi, pemerintah Indonesia dan Jepang merealisasikan megaproyek Metropolitan Priority Area (MPA) di Karawang, Jawa Barat, dengan prioritas membangun pelabuhan Cilamaya yang akan dijadikan sebagai gerbang distribusi otomotif dan industri lain menuju berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Kepastian itu dilontarkan Menteri Perindustrian RI MS Hidayat pada peletakan tiang pancang pertama pabrik mesin PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), di Karawang, Jawa Barat (25/2). ”Baru saja disepakati atas desakan kami. Tadinya pembangunan dimulai 2020, tapi saya protes dan akhirnya dipercepat mulai 2015. Tapi saya tetap mengimbau, pembangunan tidak mengganggu lahan di sekitarnya,” tegas Hidayat. Solusi Dijelaskan, pelabuhan (port) ini akan menjadi solusi kemacetan serta beratnya ongkos pengiriman dari dan menuju Tanjung Priuk yang selama ini membuat investor ragu-ragu menanamkan modal. Diharapkan, semakin banyak investor asing yang membangun pabrik di Karawang untuk dijadikan basis ekspor industri otomotif. Sebelum meresmikan pembangunan pabrik mesin tersebut, Presiden Direktur TMMIN Masahiro Nonami dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Ushio Shigeru berdiskusi santai dengan KompasOtomotif dan mengeluhkan akses pengiriman. Dikatakan Nonami, untuk distribusi dari Karawang ke pelabuhan Tanjung Priuk butuh 9 jam. ”Masalah kami pada ekspor. Ini hanya kebijakan pemerintah. Blue print (Cilamaya) sudah ada. Kami sebagai produsen siap meningkatkan eskpor jika infrastruktur ada,” kata Nonami. G2G Pelabuhan Cilamaya adalah hasil kesepakatan G2G atau Goverment to Goverment antara Pemerintah Indonesia dan Jepang. Negeri Matahari Terbit berminat membangun Pelabuhan di Kabupaten Karawang karena sejumlah perusahaan Jepang akan merelokasi pabriknya secara besar-besaran ke Indonesia. Pembangunan menggunakan sistem Build Operation Transfer (BOT). Artinya, Jepang akan membangun sekaligus mengoperasikan pelabuhan dalam waktu tertentu meski proyek tetap menjadi aset pemerintah Indonesia. Dijelaskan, Jepang akan mengembalikannya ke Indonesia sebagai aset negara dalam 25-30 tahun mendatang. (Donny Apriliananda)