KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembatalan kenaikan tarif cukai rokok akan menguntungkan emiten rokok. Awal pekan ini, pemerintah telah memutuskan untuk mempertahankan tarif cukai hasil tembakau (CHT) di tahun depan. Keputusan ini diambil setelah pembahasan terakhir dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mempertimbangkan kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Meskipun tarif CHT tetap, pemerintah berencana menyesuaikan harga jual eceran (HJE) produk tembakau pada 2025. Menurut riset tim Stockbit, keputusan ini memberikan dampak positif bagi emiten rokok seperti HM Sampoerna (
HMSP), Gudang Garam (
GGRM), dan Wismilak (
WIIM). Keputusan ini dinilai bisa meredakan tekanan dari
downtrading dan penurunan margin akibat kenaikan cukai yang konsisten selama beberapa tahun terakhir.
Dalam kurun waktu 2023-2024, rata-rata kenaikan cukai rokok mencapai 10% per tahun. Tanpa kenaikan cukai, profitabilitas dan pendapatan emiten rokok diperkirakan akan meningkat.
Baca Juga: Kemenkeu Optimitis Target Penerimaan Tercapai Meski Cukai Rokok Batal Naik Namun, tim riset Stockbit memperkirakan tren
downtrading akan terus berlanjut, mengingat pemerintah masih akan melakukan penyesuaian HJE. Selisih HJE antara rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) tier 1 dan tier 2 saat ini mencapai 64%, sehingga produk yang lebih murah tetap menarik bagi konsumen. Jika penyesuaian HJE tidak memperkecil kesenjangan harga ini,
downtrading kemungkinan besar masih akan berlanjut. Produsen rokok juga harus memastikan harga jual minimal 85% dari HJE yang diatur. Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyatakan bahwa keputusan ini akan berdampak positif terhadap emiten rokok karena harga rokok diperkirakan stabil pada 2025. Ia memperkirakan penjualan rokok dapat tumbuh 6% secara
year-on-year (YoY) menjadi Rp 113 triliun. Namun, Audi tetap memperingatkan bahwa margin profitabilitas, terutama rasio Net Profit Margin (NPM), akan tetap berada di bawah level sebelum pandemi, sekitar 4%. Audi juga mencatat korelasi antara kenaikan CHT dengan penurunan penjualan rokok. Misalnya, pada semester I 2024, HMSP mencatatkan penurunan penjualan sebesar 2,9% YoY menjadi 39,4 miliar batang, sekaligus menggerus pangsa pasar sebesar 1,5%. Selain itu, kenaikan CHT juga memicu meningkatnya penjualan rokok ilegal, yang harganya jauh lebih murah.
Baca Juga: Tarif Cukai Tidak Jadi Naik, Produsen Rokok Tetap Waspadai Berbagai Tantangan Secara teknikal, Audi merekomendasikan HMSP karena harganya bergerak dalam tren
bullish jangka pendek, dengan
resistance di MA200 pada level Rp 800 dan penguatan indikator Relative Strength Index (RSI). Dia menyarankan untuk
buy on break MA200, dengan target menuju level Rp 860 dan
support di level Rp 740.
Sementara itu, GGRM masih tertahan di
resistance terdekat pada level Rp 16.650 dan membentuk pola
double bottom. Audi merekomendasikan
buy on break neckline, dengan target menuju level Rp 17.500 dan
support di level Rp 16.000. Audi menambahkan bahwa meskipun akan ada kenaikan penjualan, potensi tersebut tidak akan signifikan karena daya beli yang masih lemah serta penjualan rokok ilegal yang terus menjadi penghambat. Pembatalan kenaikan CHT ini akan memberikan sentimen positif jangka pendek untuk HMSP, GGRM, dan WIIM. Permintaan akan meningkat jika daya beli kuat dan ada pengetatan aturan terhadap rokok ilegal. “Pembatalan kenaikan CHT ini akan berdampak pada seluruh jenis rokok, sehingga akan menjadi sentimen jangka pendek untuk HMSP, GGRM dan WIIM.” Ujar Audi kepada Kontan, Selasa (24/9). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati