Pembatasan BBM bersubsidi bisa mundur



JAKARTA. Rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mentah. Dalam rapat kerja antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR, kemarin, terungkap bahwa pemerintah tak siap membatasi penggunaan BBM bersubsidi mulai 1 April.

DPR pun bersepakat, jika belum siap, pemerintah boleh menunda pembatasan BBM bersubsidi sampai siap. Selain itu, Komisi VII DPR meminta pemerintah mengusulkan alternatif lain selain pembatasan BBM, untuk mengurangi subsidi BBM. "Ongkos pembatasan BBM bersubsidi tergolong mahal," kata Teuku Riefky Harsja, Ketua Komisi VII DPR, kemarin.

Pemerintah bisa mengajukan skenario lain pengurangan subsidi BBM tersebut lewat usulan perubahan Undang-Undang APBN 2012. Ini sekaligus sebagai antisipasi atas pengajuan judicial review terhadap UU APBN 2012, khususnya pasal 7 ayat 4 tentang pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Dalam kesimpulan rapat, Fraksi PDIP memberikan catatan agar pemerintah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengantisipasi masalah ini.


Menteri ESDM, Jero Wacik, menilai, dengan kesepakatan ini, pemerintah bisa menunda pelaksanaan pembatasan subsidi BBM. Pemerintah akan menyiapkan opsi lain untuk mengurangi subsidi BBM. Antara lain, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi.

Ada beberapa skenario yang sudah dirancang pemerintah. Misalnya, saat ini harga produksi premium Rp 8.200 per liter, pemerintah menjual dengan harga Rp 4.500 per liter. Ini berarti, pemerintah memberi subsidi Rp 3.700 per liter. Nah, pemerintah berencana mengurangi biaya subsidi itu. "Nanti kami putuskan berapa pengurangan subsidinya apakah Rp 3.200 atau Rp 2.600 per liter," ucap Jero.

Jika pemerintah memutuskan subsidi bensin Rp 3.200 per liter, artinya harga premium naik Rp 500 per liter menjadi Rp 5.000. Jika subsidi hanya Rp 2.600 per liter, harga premium naik Rp 1.100 per liter menjadi Rp 5.600 seliter.

Kapan opsi itu diajukan ke DPR? Jero masih ingin menunggu putusan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika MK mencabut pasal 7 ayat 4 UU APBN 2012, ini memudahkan pemerintah membuat kebijakan BBM.

Riefky berharap, pemerintah bisa membuat keputusan akhir Februari 2012. Dengan begitu, pemerintah memiliki waktu melakukan sosialisasi, agar tidak terjadi gejolak.

Bobby Rizaldi, anggota Komisi VII DPR, menilai, sebenarnya pemerintah sudah tahu pilihan terbaik adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Persoalannya, pemerintah tak berani melakukannya. "Ini sebenarnya soal leadership," kata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can