Pembatasan BBM ditunda



JAKARTA. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pembatasan BBM itu sebaiknya ditunda. Berdasarkan rencana awal, program ini seharusnya dilaksanakan pada awal kuartal dua.

Penundaan ini dilakukan karena banyak asumsi makro yang berubah. “Kalau bisa mending dilakukan penundaan mengingat asumsi berubah, maka baik jika dilakukan penundaan,” tuturnya, Kamis (10/3).

Hatta mengatakan pemerintah inginnya menunda tetapi sekarang ini masih dalam pembahasan pemerintah dengan Komisi VII DPR RI. ”Ini harus mendapatkan persetujuan dari Komisi VII, tetapi menurut pandangan kita kalau pandangan kita timing-nya lebih bagus kita tunda mengingat harga sekarang masih tinggi,” jelasnya.


Sekadar catatan ada beberapa asumsi makro yang meleset dari perkiraan. Berdasarkan data per 7 Maret rata-rata ICP sudah mencapai US$ 104 per barel, sudah melompat jauh dari target APBN yang mematok US$ 80 per barel. Sedangkan untuk lifting minyak dari Januari sampai Februari rata-rata 905 sampai 907 ribu per barel, jauh dari perkiraan pemerintah yang menetapkan 970 ribu per barel.

“BPH migas harus kendalikan dalam artian jangan sampai terjadi migrasi pengguna pertamax ke premium,” paparnya. Menurut Hatta, jangan sampai volume BBM sebesar 38,6 juta kilo liter sampai terdongkrak, karena dana yang sudah dianggarkan Rp 92,8 triliun untuk subsidi harus dijaga untuk tidak sampai membengkak. “Oleh sebab itu kalau kita tidak ingin naikkan BBM, kita menginginkan masyarakat harus disiplin, serta pemerintah juga harus disiplin terhadap anggaran,” ucapnya.

Untuk menjaga kuota BBM itu harus ada pengendalian yang dilakukan oleh BPH Migas. “UU mewajibkan dia untuk menjaga agar orang yang tidak berhak mengonsumsi BBM bersubsidi atau mencegah terjadinya penyelundupan BBM bersubsidi,” terangnya.

Masalah penundaan itu sendiri, Hatta melihat bukan hanya faktor inflasi saja yang menjadi pertimbangan. “Saya tahu ada pemikiran yang mengatakan Juni ke atas adalah bulan deflasi, memangnya itu saja yang kita pikirkan, tidak hanya itu tetapi kita memikirkan sosial ekonomi masyarakat, daya beli masyarakat, dan dampak pada inflasi harus kita hitung semua,” akunya.

Sementara itu Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brojonegoro menyarankan penundaan sebaiknya ditunda sampai semuanya siap dan pada periode inflasi rendah. “Sebaiknya jangan pada periode Mei sampai dengan Agustus karena sudah memasuki bulan Ramadan dan tahun ajaran baru,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.