Pembatasan impor tembakau ancam pendapatan negara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) tetap akan membatasi impor tembakau mulai 2018. Beleid pembatasan ini sudah tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84/2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau. Bila kebijakan ini tidak direvisi maka berpotensi mengurangi pemasukan negara.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag Oke Nurwan mengatakan sejak menerbitkan kebijakan ini pada November 2017, pihaknya telah menerima masukan dari berbagai pihak yang bakal terkena dampak aturan itu. Karena itu, ia memastikan Kemdag masih membahas penyempurnaan aturan ini.

"Salah satu poin penting yang kami bahas menyangkut tembakau yang tidak diproduksi dalam negeri," ujar dia ke Kontan.co.id, Jumat (29/12).


Oke menjelaskan, dalam beleid ini, Kemdag menyerahkan kewenangan untuk mewajibkan penyerapan tembakau lokal kepada Kementerian Pertanian (Kemtan). "Besarannya akan diatur oleh Kemtan karena mereka yang akan mengeluarkan rekomendasi impor," imbuh Oke.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardana mengatakan aturan ini berpotensi mengancam pemasukan pemerintah. Pasalnya, regulasi yang diterbitkan Kemdag soal tata niaga tembakau tidak disertai dengan kajian akademis. "Saya memperkirakan karena aturan ini, pemasukan negara di APBN yang berpotensi hilang sekitar Rp 148 triliun.

Penyebabnya impor tembakau akan berkurang drastis," ujar dia.Danang mengingatkan, sekitar 40% kebutuhan tembakau saat ini dipenuhi oleh tembakau impor. Tembakau impor itu dipilih karena memiliki kualitas yang sesuai dengan standar industri rokok dalam negeri.

Bila impor tembakau dibatasi, pemerintah wajib meningkatkan kualitas dan produksi tembakau dalam negeri. "Jadi sebenarnya perlu ada perhitungan yang matang dan batas waktu penerapan aturan ini," ujar dia.Ia juga menyarankan agar kebijakan wajib menyerap tembakau dalam negeri perlu dirancang dengan baik. "Namun sejauh ini belum ada skema yang jelas," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini