KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengungkapkan keprihatinannya terhadap pembatasan operasional angkutan barang bersumbu tiga atau lebih di jalan tol selama libur Nataru 2024 yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Menurutnya, aturan tersebut berdampak langsung pada industri logistik dan berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang, khususnya barang konsumsi cepat (FMCG). “Ini sudah menjadi pembicaraan rutin setiap tahunnya. Setiap kali ada libur panjang, industri logistik yang selalu terdampak. Padahal, saat liburan, kebutuhan barang-barang seperti makanan, minuman, hingga fashion akan meningkat, terutama di daerah-daerah tujuan mudik,” ungkap Mahendra pada KONTAN, Selasa (3/12).
Pembatasan operasional ini mempersingkat waktu produksi yang sudah diperkirakan sebelumnya. Dengan produksi yang hanya dapat dilakukan dalam waktu singkat, perusahaan terpaksa meningkatkan volume produksi dalam waktu yang lebih terbatas, sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi. "Jika produksi dipercepat, otomatis biaya produksi akan naik. Ini belum termasuk biaya transportasi dan penyimpanan yang juga ikut melonjak," lanjutnya. Dampak lebih lanjut, lanjut Mahendra, terjadi pada seluruh rantai pasokan. Dari mulai peningkatan harga bahan baku, pemendekan waktu produksi yang mengharuskan lembur, hingga tingginya biaya pengiriman yang disebabkan oleh persaingan untuk mendapatkan armada angkutan.
Baca Juga: Nataru 2024/2025, DAMRI Siapkan Central Control Room, Ini Fungsinya "Logistik menjadi lebih mahal, dan itu akan dirasakan konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi,” tegasnya. Kenaikan harga ini diperkirakan akan mempengaruhi berbagai sektor, khususnya barang-barang konsumsi primer seperti makanan dan minuman, serta barang fashion yang banyak dibeli saat musim mudik. "
Fast-moving consumer goods (FMCG) seperti susu, makanan kecil, dan pakaian akan mengalami kenaikan harga akibat dari peningkatan biaya produksi dan distribusi," kata Mahendra. Untuk mengantisipasi situasi ini, Mahendra menjelaskan bahwa industri logistik dan FMCG sudah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif, seperti memproduksi barang lebih awal dan menyewa gudang tambahan untuk menampung persediaan barang yang lebih banyak. Namun, hal ini juga berimplikasi pada kenaikan biaya operasional yang harus ditanggung oleh perusahaan. Menghadapi kondisi ini, ALI mengusulkan agar pemerintah memberikan kelonggaran terhadap pembatasan operasional angkutan barang, terutama dengan memisahkan jalur logistik dan jalur penumpang. "Salah satu solusinya adalah dengan membuka jalur laut untuk distribusi barang, seperti kapal Ro-Ro yang dapat digunakan untuk mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya atau Semarang. Ini bisa mengurangi kemacetan dan meningkatkan keselamatan di jalan tol," tambah Mahendra. Namun, ia menegaskan bahwa agar solusi ini efektif, pemerintah perlu memberikan subsidi bagi biaya transportasi laut tersebut, sehingga dapat menjadi pilihan yang lebih efisien dan terjangkau bagi industri logistik. Mahendra juga berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah yang berulang setiap tahun ini. Terakhir, Mahendra menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor logistik dan pemerintah untuk mencari jalan keluar yang lebih baik demi kelancaran distribusi barang dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. "Kami berharap ada solusi yang tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi bisa menurunkan biaya logistik, yang pada akhirnya akan membantu menjaga stabilitas harga barang. Jangan sampai masyarakat yang sudah menerima THR atau bonus akhir tahun, justru harus menghabiskan uangnya untuk membeli barang yang lebih mahal,” pungkasnya.
Baca Juga: APINDO: Pembatasan Angkutan Barang Sumbu 3 Ancam Distribusi dan Picu Kenaikan Harga Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati