Pembatasan waralaba dihapus, bagaimana prospek emiten ritel?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) merevisi peraturan yang mengatur mengenai waralaba untuk jenis toko modern atau ritel. Melalui revisi tersebut pembatasan yang selama ini menjadi salah satu penghalang ekspansi sejumlah perusahaan ritel akan dihapuskan untuk mendukung percepatan investasi di Tanah Air.

Asal tahu saja, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 68/2012 mengatur mengenai waralaba untuk jenis usaha toko modern maksimal gerai sebanyak 150. Bila melebihi jumlah tersebut toko modern tersebut harus melakukan waralaba minimal 40%.

Selain itu, ada pula aturan batas bagi aturan batas juga berlaku bagi jenis usaha makanan dan minuman. Berdasarkan Permendag No 7/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman maksimal gerai sebanyak 250.


Apabila nilai investasi jenis usaha tersebut di bawah atau setara dengan Rp 10 miliar maka harus mewaralabakan usahanya minimal 40%. Sedangkan usaha berjenis makanan dan minuman dengan investasi di atas Rp 10 miliar harus mewaralabakan minimal 30%.

Adanya revisi yang dilakukan oleh Kemdag ini tentu menjadi angin segar bagi pelaku industri ritel. Pasalnya, selama ini adanya pembatasan sebelumnya mempersulit mereka untuk mengembangkan usahanya.

Lalu bagaimana prospek usaha emiten yang berkecimpung di sektor ritel pasca revisi Permendag ini?

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut, adanya kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah lewat revisi Permendag ini bisa menjadi sentimen positif bagi emiten-emiten ritel, terutama yang selama ini mengandalkan waralaba untuk melakukan ekspansi. "Ini kesempatan bagi emiten-emiten terkait untuk ekspansi dan menambah gerainya, tapi kalau mereka diam saja tidak berbuat apa-apa, maka revisi Permendag ini tidak akan memberikan sentimen apapun," kata William, kepada Kontan.co.id pada Kamis (3/1).

Sejauh ini emiten ritel yang mengandalkan waralaba untuk ekspansi bisnisnya adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dengan toko swalayan berskala kecil Alfamart dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) dengan toko swalayan berskala menengah Alfamidi.

Berdasarkan pantauan melalui RTI Infokom, saham kedua emiten ini ditutup melemah pada perdagangan hari kedua tahun ini. Saham AMRT mencatatkan pelemahan tipis sebesar 0,54% menjadi Rp 925 per saham. Sedangkan saham MIDI turun cukup tajam sebesar 4,67% ke level Rp 1.020 per saham. "Untuk ekspansi di antara keduanya, Alfamart bisa dibilang lebih unggul karena akan menambah gerai dan jangkauan keluar negeri," kata William.

Sebelumnya memang dikabarkan Sumber Alfaria Trijaya berencana untuk membuka 200 toko lagi di Filipina pada tahun 2019. Ekspansi ini dilakukan lewat kerja sama dengan SM Group, perusahaan Filipina yang bergerak di bidang perbankan, ritel, dan real estate.

Selain ekspansi, sentimen lain yang juga berpengaruh terhadap pergerakan saham emiten ritel adalah kenaikan harga pangan yang hampir pasti terjadi setiap tahun. Menurut William kenaikan harga pangan setiap tahun juga mendukung emiten ritel untuk menaikkan harga produk atau dengan kata lain menjadi salah satu cara untuk menambah pendapatan.

William mengatakan, keduanya masih sangat layak untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Secara khusus ia memberikan target harga untuk saham AMRT di level Rp 1.000 per saham dan MIDI di level Rp 1.200 per saham. "Saham MIDI tidak ada masalah walaupun melemah, masih ada indikasi akumulasi, bisa diikuti pergerakannya," kata William.

Sementara itu Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, revisi Permendag terkait waralaba akan berpengaruh atau menjadi sentimen bagi pergerakan saham emiten ritel. "Namun secara fundamental harus dilihat lagi mana yang berpengaruh karena pertimbangan persaingan, animo masyarakat," kata dia.

Reza menilai, dengan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya daya beli masyarakat sebenarnya sudah cukup untuk membuat kinerja emiten ritel tetap terjaga. Apalagi saat ini perkembangan teknologi berhasil mencipatakan banyak aplikasi yang memudahkan pemesanan produk. Hal itu tentunya membuat emiten ritel bisa meningkatkan pendapatan.

"Tapi kembali lagi persaingan yang memang menjadi kendala, terutama kota-kota besar, toko-toko ritel ini letaknya berdekatan, bersaing ketat. Itupun masih bersaing juga dengan toko-toko kelontong lokal," kata Reza.

Walaupun begitu, saham-saham emiten ritel ini masih bisa jadi pilihan untuk investasi jangka panjang. "Untuk jangka panjang bisa jadi pertimbangan, bisa pasang target moderat, 10%-12% dari harga saat ini atau harga awal perdagangan tahun ini," kata Reza.

Dengan asumsi demikian maka saham AMRT layak dikoleksi dengan target harga Rp 1.017-1.036 per saham. Sedangkan untuk saham MIDI bisa dibeli dengan target harga Rp 1.112-1.142 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati