Pembayaran Bunga Utang 2024 Bengkak Rp 1,5 Triliun Imbas Pelemahan Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan belanja untuk pembayaran bunga utang pada tahun ini akan membengkak. Hal ini imbas nilai tukar rupiah yang terus melemah.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan bahwa pembayaran bunga utang meningkat sekitar Rp 1,5 triliun, yakni dari sebesar Rp 497,31 triliun menjadi sekitar Rp 498 triliun lantaran depresiasi rupiah.

"Jadi sekitar Rp 1,5 triliun deviasi. Ya di antaranya kan kurs, enggak banyak berubah hanya sekitar Rp 1,5 triliun," kata Suminto di Gedung DPR RI, Selasa (9/7).


Baca Juga: Defisit APBN 2024 Diprediksi Bengkak Jadi 2,7%, Faisal Basri Ungkap Biang Keroknya

Kendati membengkak, Suminto bilang, biaya pembayaran bunga utang tersebut masih sesuai dengan prediksi pemerintah. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah mengurangi porsi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun ini sebesar Rp 241,6 triliun.

"Jadi masih on track, makanya outlook kita hanya deviasi Rp 1,5 triliun dari Rp 497 triliun ke Rp 498 triliun koma sekian, dan itu karena kurs tadi karena kan penerbitan juga berkurang," katanya.

Mengutip Buku II Nota Keuangan APBN 2024, Pembayaran bunga utang mengalami tren peningkatan seiring dengan penambahan outstanding utang pemerintah, dimana dari alokasi pembayaran bunga utang tahun 2019 sebesar Rp 275,9 triliun meningkat menjadi Rp 441,4 triliun pada tahun 2023. 

Baca Juga: Bunga Akan Turun, Imbal Hasil SUN Bisa Melandai

Pembayaran bunga utang didominasi oleh bunga utang dalam negeri mengingat porsi instrumen SBN yang dominan dalam portofolio utang. 

Pemerintah telah berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik untuk mendukung upaya kemandirian pembiayaan. Melalui kerja sama pembiayaan yang telah dilakukan antara Pemerintah dan Bank Indonesia, bunga utang berhasil ditekan agar tidak membebani APBN dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka menengah-panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi