Pembayaran Utang Minyak Goreng Tunggu Audit BPK-BPKP, Aprindo: Hanya Mengulur Waktu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan, pembayaran utang rafaksi minyak goreng akan menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) keluar.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menilai, keputusan pemerintah melibatkan BPK dan BPKP dalam pembayaran utang rafaksi minyak goreng hanya digunakan sebagai dalih untuk pengulur pembayaran utang.

"Aprindo menyayangkan pernyataan Kemendag ini padahal sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa jika legal opinion (LO) sudah keluar dengan perintah bayar maka akan segera dibayarkan," kata Roy kepada Kontan.co.id, Senin (12/6).


Baca Juga: Belum Ada Kejelasan, Aprindo Pertanyakan Keseriusan Mendag Soal Utang Minyak Goreng

Roy menjelaskan, dalam kesepakatan awal bersama pelaku usaha, Kemendag hanya akan meminta pendapat hukum atau Legal Opinion (LO) terkait pembayaran utang minyak goreng ini.

Pendapat hukum tersebut kemudian yang akan dijadikan pedoman pemerintah dalam melakukan pembayaran utang kepada pelaku usaha.

Ia pun merasa kecewa, sebab saat hasil pendapat hukum Kejaksaan AgungĀ  keluar dan meminta pemerintah membayarkan utang, justru Kemendag meminta BPK/ BPKP melakukan audit dengan dalih ada beda angka antara klaim pembayaran pelaku usaha dan hasil verifikasi oleh PT Sucofindo sebagai lembaga independen yang ditunjuk pemerintah.

Roy meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan utang minyak goreng ini. Ia berharap utang minyak goreng dapat dibayarkan sebelum masa jabatan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.

Aprindo akan mengambil langkah yang signifikan, tegas dan terukur termasuk menempuh jalur hukum sebagai opsi terkahir, jika utang rafaksi minyak goreng tidak menemukan titik terangnya.

"Kami berharap agar kasus rafaksi ini selesai karena jika tidak selesai akan menjadi citra buruk pemerintah yang tidak mampu memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha dan nanti akan berdampak buruk terhadap iklim bisnis dan investasi," terang Roy.

Sebelumnya, Direktur Perdagangan Dalam Negeri (Kemendag) Isy Karim mengatakan, alasan pemerintah melibatkan BPK/BPKP dalam pembayaran rafaksi utang minyak goreng karena ada perbedaan angka yang diajukan pelaku usaha dengan hasil verifikasi PT Sucofindo.

Hasil verifikasi PT Sucofindo selaku surveyor yang ditunjuk Kemendag sebelumnya menunjukkan utang pemerintah terhadap pelaku usaha minyak goreng sebesar Rp 474 miliar. Namun, tagihan yang diajukan 54 pelaku usaha sebesar Rp 812 miliar.

Baca Juga: Bayar Utang Rafaksi Migor, BPDPKS: Tunggu Hasil Rekomendasi Surveyor Independen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat