Pembebasan Lahan Bisa Diatasi, Bendungan Temef Siap Beroperasi



KONTAN.CO.ID -KUPANG. Proyek infrastruktur ambisius di Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama bendungan Temef sedang menuju tahap penyelesaian akhir.

Hal itu dipastikan Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Provinsi NTT, Fernando Rajagukguk saat ditemui tim KONTAN di kantornya, di Kupang, NTT, Senin (5/8).

Dengan panjang mencapai 550 meter dan mengambil lahan seluas 45 hektare, Bendungan Temef dirancang untuk menampung hingga 45 juta meter kubik air.


Saat ini, progres proyek telah mencapai 99,05%, dengan sisa pekerjaan utama terfokus pada penyelesaian hidromekanikal setelah tahap impounding atau pengisian air.

Sesuai rencana, impounding bendungan Temef akan dilakukan pada akhir Agustus ini dan diresmikan pada September 2024.

"Setelah resmi beroperasi, bendungan ini akan memberikan manfaat bagi irigasi di sekitar Kabupaten Malaka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), yang mencakup area seluas 4.500 hektare," kata Fernando.

Baca Juga: Melihat Progres Proyek Bendungan di Nusa Tenggara Timur

Bendungan Temef lokasinya berada di dua desa, yakni Oenino dan Konbaki, Kecamatan Oenino dan Polen, Kabupaten TTS, NTT. Bendungan ini berada di daerah aliran sungai (DAS) Noel Benanain, yang memiliki panjang 45,38 kilometer (km). Sedangkan luas DAS Noel Benanain mencapai 550,98 km persegi. 

Meskipun proyek ini mendekati tahap penyelesaian, kata Fernando, bukan berarti pembangunan Temef tak mengalami hambatan. Salah satunya masalah aspek sosial, terutama pembebasan lahan.

Maklum, luas genangan air bendungan Temef ini 297,78 hektare. Dus, area pemukiman dan pertanian masyarakat setempat terpapar luas genangan bendungan.

Fernando menceritakan, seringkali perbedaan persepsi atau campur tangan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) jadi penghambat pembangunan bendungan Temef.

"Kendalanya hanya pembebasan lahan. Kalau kendala secara teknis pada umumnya hampir tidak ada," ujar Nando, sapaan akrab Fernando.

Ia menjelaskan, titik permasalahan yang terjadi bukan soal negosiasi harga pembebasan lahan yang alot. Tapi, lebih kepada tuntutan jangka waktu pembayaran ganti untung yang sangat singkat dari para pemilik lahan. Ini terutama lahan masyarakat yang area pertaniannya bakal terkena genangan air bendungan Temef.

Ganti untung

Nando mencontohkan, melalui berbagai proses tahapan, pembayaran ganti untung lahan dilakukan pemerintah berkisar dari satu pekan hingga sebulan ke depan.

"Tapi mereka tidak mau. Maunya cepat diberikan ganti uang tunai. Bagi masyarakat setempat, jika mau ambil tanah saya, mana uangnya? Kalau tidak, mereka tidak mau," keluh Nando. 

Proses negosiasi untuk pembebasan lahan ini membutuhkan waktu dan koordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta melibatkan tim terpadu yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten setempat. Penilaian harga ganti untung juga melibatkan tim apraisal. 

Nando mengklaim, sudah 90% lahan masyarakat di sekitar bendungan Temef sudah dibayar. Masih ada beberapa permasalahan terkait batas lahan masyarakat dan kawasan hutan yang dikelola pemerintah.

Terakhir, Kamis dan Jumat pekan lalu, tim terpadu bendungan Temef sudah melakukan pembayaran ganti untung kepada masyarakat pemilik lahan.

Baca Juga: Lahan Pertanian Berharap Kucuran Air Bendungan

Pembayaran ganti untung juga bukan atas lahannya saja, tapi juga tanaman serta objek lain yang ada di dalamnya. Ada 109 bidang tanah yang sudah bayar di pekan lalu.

"Sisanya masih ada 71 bidang tanah yang masih dalam proses penghitungan," kata Seperius Edison Sipa, Penjabat Bupati TTS kepada KONTAN, Selasa pekan lalu (6/8).

Jika pembayaran ganti untung lahan sudah selesai, maka proyek bendungan Temef bisa dikebut. Sebab, menurut Edison, masyarakat setempat sempat menutup atau memblokir akses jalan menuju proyek bendungan Temef sebanyak dua kali. Yakni, pada 21 Mei dan 22 Juli 2024. Alhasil, proyek bendungan Temef sempat terhenti selama sepekan.

Beruntung, kata Edison, semua stake holder mulai dari kontraktor, Forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), TNI, Polri hingga pihak Kejaksaan Negeri NTT ikut membantu berkomunikasi dengan masyarakat. "Atas kerjasama dan komitmen bersama, semua proses sudah dilalui," imbuh dia.

Kini, masyarakat TTS tinggal menunggu waktu penyelesaian bendungan Temef. Bila sudah beroperasi, bendungan terbesar di NTT ini bisa untuk pengairan irigasi pertanian, air baku hingga mitigasi bencana banjir bagi sekitar 473.000 penduduk kabupaten TTS yang berada di 266 desa, 12 kelurahan dan 32 kecamatan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan