Pembebasan lahan MRT tak transparan



Jakarta. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan menggelar rapat konfirmasi daftar nominatif pembebasan lahan untuk proyek mass rapid transit (MRT), Senin pagi (7/11/2016). Dalam rapat tersebut, puluhan warga mengeluhkan pengukuran dan pembayaran lahan mereka yang tidak transparan.

Patricia, pemilik lahan di Blok A, menuturkan, ia selalu kooperatif dalam pembahasan pembebasan lahan. Pembebasan lahan dia yang harusnya final pada akhir 2015, batal karena luas bidangnya 147 meter persegi saat pengukuran, tiba-tiba berubah menjadi 69 meter persegi saat akan dibayarkan.

"Semua ada saat pengukuran dan saat 31 Desember saya dipaksa, diarahkan untuk terima pembayaran yang beda. Saya benar-benar kecewa. Saya ingin ini transparan, ini sudah 2016," kata Patricia, di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Senin siang.


Sama halnya dengan Anton, yang mewakili PT Astra dan kantornya di Jalan R.A. Kartini kavling 203, Lebak Bulus, mengatakan sejak proses pembebasan lahan pada 2009, ada saja masalah teknis yang diungkapkan pemerintah.

Padahal pihaknya sudah kooperatif dan mendukung penuh proyek MRT. Anton juga meminta hasil pengukuran dan keputusan pembebasan lahan dibuat tertulis, resmi dan tidak hanya lisan, sebab ia juga perlu mempertanggungjawabkan aset milik korporasi.

"Kami sudah males, dari tahun ke tahun permasalahannya beda. Saya tadi ditanya luasnya (bidang) yang kena berapa. Bukannya sudah tertulis? Kok malah ditanya lagi ke kami?" kata Anton.

Puluhan warga yang hadir mengaku mendukung penuh proyek MRT. Mereka tak memprotes nilai ganti rugi yang rencananya akan ditetapkan ulang.

Warga hanya mempertanyakan prosesnya yang rumit dan memakan waktu lama. Sebab, ada warga yang mengaku sebagian lahannya sudah digunakan untuk proyek tersebut namun tak kunjung mendapat kepastian soal pembayaran dan tak tahu harus mengadu ke mana.

Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Selatan, Alen Saputra, menyatakan pihaknya akan melakukan pengukuran ulang dengan koordinasi yang lebih baik.

"Akan saya jadwalkan waktu, secepatnya hari Rabu penentuan jadwal (pengukuran), semua akan saya beritahu satu-satu kita undang jam berapa harus standby," kata Alen.

Selaku Kepala Panitia Pengadaan Tanah (P2T) untuk MRT, Alen mengatakan pengukuran bidang akan dilakukan oleh pihaknya. Sementara pengukuran bangunan akan dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta, dan untuk tanaman akan dilakukan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.

Setelah pengukuran, tanah akan ditaksir harganya atau appraisal oleh konsultan yang sudah ditunjuk. Alen berharap tahun ini proses ganti rugi sudah bisa dibayarkan kepada pemilik bidang prioritas.

Alen mengatakan pembayaran akan dilakukan setelah warga menyepakati harga appraisal. Uang pembayaran akan ditransfer langsung ke rekening Bank DKI pemilik bidang.

"Kami tidak ada menurunkan atau menaikkan harga, karena itu mark-up, harga yang akan dibayarkan sesuai dengan appraisal terbaru, bukan appraisal 2014," ujar Alen.

(Nibras Nada Nailufar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto