KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir tahun tinggal hitungan hari tapi divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) sebesar 51% belum tampak jelas. Belakangan pemerintah mewacanakan untuk membeli participating interest sebesar 40% milik Rio Tinto di proyek Grassberg. Menurut pengamat ekonomi energi UGM dan mantan angota tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi, langkah pembelian participating interest Rio Tinto susah tepat. Bahkan Fahmy menyebut langkah tersebut akan memuluskan divestasi PT FI oleh pemerintah Indonesia. Fahmy menjelaskan. Rio Tinto, Perusahaan Tambang Australia, telah memberikan pendanaan untuk membiayai operasi penambangan di Grassberg, Tembagapura pada 1990-an. Sebagai kontra-prestasi pendanaan tersebut, Rio Tinto mendapat PI sebesar 40%, yang diperhitungan dari seluruh produksi dihasilkan PT FI.
Berbeda dengan kepemilikan saham, pemegang PI hanya berhak memperoleh bagian produksi sesuai prosentasi ditetapkan, tetapi tidak punya hak suara dalam pengambilan keputusan dan tidak berhak memperoleh pembagian deviden. Berdasarkan perjanjian, 40% PI Rio Tinto dapat dikonversi menjadi saham pada 2022. Rio Tinto sudah menyatakan kesediaannya untuk menjual hak partisipasinya di PT FI kepada pemerintah Indonesia sebagai bagian dari skema divestasi 51% saham Freeport. Skema divestasi itu juga sudah disepakati dalam perundingan antara tim perunding pemerintah Indonesia dengan yim perunding Freeport, sehingga pemerintah dan Rio Tinto melanjutkan berunding terkait penetapan harga 40% hak pertisipasi itu. Berdasarkan kesepakatan hasil perundingan sebelumnya, Freeport sudah menyepakati perubahan contract regime dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK) dengan memenuhi 3 persyaratan. Pertama, PT FI harus mendivestasikan sahamnya sebesar 51% untuk kepemilikan peserta dari Indonesia. Kedua, sejak diterbitkannya IUPK, PT FI sudah harus menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian (smelterisasi) paling lambat pada tahun 2022. Ketiga, penerimaan negara dari hasil produksi PT FI secara agregat lebih baik dibanding sebelumnya. Sebagai imbalannya, pemerintah akan memperpanjang operasi produksi PT FI dalam jangka waktu 2x10 tahun. Setelah kesepakatan dasar itu disepakati, upaya tindak lanjut dalam penetapan harga saham dan pelaksanaan divestasi 51% saham Freeport seharusnya menjadi domain dari Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Namun, hingga tahun 2017 akan berakhir, perundingan dengan Freeport belum juga dituntaskan. Pemerintah dan Freeport belum juga menyetujui penetapan harga divestasi 51% saham Freeport. Dalam perundingan dengan Freeport, Menteri Keuangan mengusulkan penetapan harga saham Freeport yang ditetapkan berdasarkan perhitungan asset dan cadangan hingga 2021. Sedangkan, Freeport menghendaki penetapan harga saham yang memperhitungkan asset dan cadangan hingga 2041. "Dengan adanya perbedaan pendapat dalam penetapan harga saham Freeport, perundingan terancam dead lock. Di tengah ancaman dead lock tersebut, rencana pemerintah untuk membeli 40% PI Rio Tinto merupakan upaya terobosan dalam menuntaskan proses divestasi 51% saham Freeport,"ujar Fahmy dalam keterangan tertulis pada Minggu (24/12). Dengan asumsi operasi Freeport diperpanjang 2x10 tahun seperti tercantum dalam kesepakatan dasar, maka PI 40% dapat dikonversi menjadi saham, yang nilainya diperkirakan setara dengan 36,14% saham PT FI. Kalau ditambah existing saham sebesar 9,64%, maka total saham Pemerintah Indonesia menjadi sebesar 45,78% sejak pemerintah memutuskan membeli 40% PI Rio Tinto. Untuk mencapai 51% saham Freeport, pemerintah masih membutuhkan divestasi saham Freeport sebesar 5,22% (51%-45,78) dari PT FI. Dengan divestasi hanya 5,22% saham Freeport mestinya prosesnya relatif lebih mudah dan cepat ketimbang divestasi saham Freeport sebesar 41,36% (51%-9,64%), sehingga lebih memuluskan proses divestasi 51% saham Freeport.