Pembelian pesawat kepresidenan sebaiknya tunggu presiden yang baru



JAKARTA. Anggaran pembelian pesawat pribadi presiden yang hampir mencapai Rp 500 miliar, menurut Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo perlu dicermati ulang. Menurutnya akan lebih bijak bila fasilitas tersebut tidak dinikmati presiden yang sekarang, melainkan menjadi fasilitas presiden yang akan datang. Ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menghindari apa yang disebut sebagai konflik kepentingan.

"Bukan soal anggarannya, karena memang mungkin perlu juga seorang presiden punya pesawat pribadi untuk tugas-tugas internasional. Daripada sewa, bisa jadi biaya yang dikeluarkan nanti lebih besar. Tapi dalam asas menghindari konflik kepentingan, perumusan fasilitas pemerintahan itu sebaiknya dilakukan oleh pejabat sebelumnya. Jadi dalam konteks ini presiden sekarang merumuskan pembelian pesawat pribadi untuk presiden berikutnya," ujarnya kepada wartawan di Gedung Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPR RI) (18/11).

Apalagi menurutnya pesawat ini bukan sesuatu yang terlalu mendesak sifatnya. Karena selama ini toh presiden tidak mengalami masalah berarti dalam penerbangan internasionalnya yang tidak menggunakan pesawat pribadi.


"Sampai sekarang kita memang belum punya pesawat kepresidenan dan mungkin memang perlu. Tapi apa harus dalam waktu dekat? Ini kan seperti kasus bangun gedung baru DPR, yang ternyata ditunda pun enggak masalah," tandasnya lagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), merilis data bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana membeli pesawat kepresidenan green aircraft dengan menggunakan uang negara. Data FITRA menyebutkan anggarannya mencapai Rp 431 miliar, berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan belanja Negara-Perubahan (APBN-P) tahun 2011 sebesar Rp 92 miliar, dan APBN 2012 sekitar Rp 339,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.