Pembentukan holding migas menjadi polemik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Induk (holding) BUMN terus bergulir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui surat bernomor S-682/MBU/11/2017 per tanggal 28 November 2017 lalu meminta PT Perusahaan Gas Negara (PGN) agar segera melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

Permintaan Rini Soemarno kepada PGN itu ditujukan sebagai rencana pemerintah dalam pembentukan holding BUMN Minyak dan Gas Bumi (BUMN).  Rini menulis, sehubungan dengan rencana pembentukan holding BUMN Migas serta dengan mempertimbangkan telah disampaikan kepada Presiden Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina.

Dengan itu pemerintah meminta agar Direksi PGN segera mempersiapkan dan melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham Luara Biasa (RUPSLB), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, dengan agenda perubahan anggaran dasar.


Kepala Gugus Tugas Holding Migas Kementerian BUMN Wianda Pusponegoro mengatakan, sewaktu final holding akan diupayakan maksimal dapat berjalan dalam waktu yang tidak terlalu lama. "Intinya Pertamina sebagai holding akan memimpin holding migas," ujarnya ke KONTAN, Senin (4/11)

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan, RUPSLB PGN akan diagendakan secepatnya. "Memang setelah lahir holding BUMN tambang, selanjutnya adalah holding migas," ujar dia ke KONTAN.

Sebelumnya, skema holding migas ini akan dilakukan dengan cara PT PGN mengakuisisi Pertagas. Sayang, Elia Massa Manik Direktur Utama Pertamina enggan berkomentar apapun soal pertanyaan tentang pembentukan holding migas tersebut. 

Sementara itu, dari internal PGN yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, sebagai BUMN gas bumi, emiten berkode PGAS di Bursa Efek Indonesia tersebut menghormati keputusan pemegang saham. Saat ini PGN masih menunggu arahan dan terus berkoordinasi dengan pihak Kementerian BUMN terkait rencana PGN ke depan. Termasuk rencana pembentukan holding migas.

Sebagai perusahaan publik, PGN juga perlu merespons hal ini dengan hati-hati, sehingga investor dan stakeholder lain akan mendapatkan informasi secara utuh dan menyeluruh. "Kami akan sampaikan update informasinya kepada teman-teman media dalam kesempatan berikut," kata sumber dari PGN itu, Senin (4/11).

Ada resistensi PGN

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR-RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan, holding migas tersebut berdasarkan PP 72/2016 yang merupakan domain pemerintah. Dirinya bukan tidak sepakat, tetapi salah satu poin adalah yang mesti dikritisi. Yaitu golden share yang memberikan full otoritas, tetapi tidak ada payung hukum. "Jadi harus ada penjelasan, sejauh mana otoritas tersebut," kata dia.

Fahmi Radhi Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada menjelaskan, proses pembentukan holding migas  mirip dengan holding tambang  yang merupakan keniscayaan. Alasannya, selain untuk menaikkan leverage and competitive advantage, juga untuk mengintegrasikan usaha sejenis,  yang selama ini justru saling bersaing antara PGN dan Pertagas.

Hanya saja, proses tidak boleh jalan pintas. Lagi-lagi kata Fahmi, Menteri BUMN Rini Soemarno ingin membentuk holding migas dengan jalan pintas, dengan menjadikan PGN sebagai anak perusahaan Pertamina secara inbreng. "Mestinya, proses holding diawali dengan integrasi perusahaan migas sejenis, merger antara PGN dengan Pertagas," ungkap dia.

Lalu dibentuk perusahaan baru sebagai holding, yang 100% saham dikuasai negara, yang membawahi anak perusahaan, termasuk Pertamina dan PGN. "Bukan Pertamina mencaplok PGN, seperti konsep Rini," ungkapnya.

Dia menilai, jika hal ini dipaksa, akan ada resistensi dari PGN yang sudah go public, terhadap pembentukan holding migas. "Justru menjadi blunder bagi pembentukan holding migas," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati