Pembentukan konsorsium asuransi pertanian molor



JAKARTA. Awal Juli lalu, DPR telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Pemberdayaan Petani (UUP3). Namun, pembentukan konsorsium asuransi pertanian masih sebatas wacana. UUP3 mengamanatkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib melindungi usaha tani lewat asuransi pertanian. Atas dasar inilah, Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mendirikan konsorsium asuransi pertanian.

Sayang, hingga saat ini, Kementan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih belum menjalin komunikasi untuk merampungkan konsorsium pertanian. Salah satu alasannya, transisi Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam LK) menjadi OJK sedang berjalan.

Firdaus Djaelani, Deputi Komisioner dan Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, mengatakan, pihaknya belum menerima lagi undangan Kementan untuk membicarakan konsorsium asuransi pertanian. "Kami siap bekerjasama membentuk konsorsium asuransi pertanian. Hanya saja, kebutuhan konsorsium asuransi pertanian masih harus dikaji, khususnya tentang keterlibatan asuransi jiwa," ujar Firdaus awal pekan ini.


Menurut dia, pembentukan konsorsium asuransi pertanian masih harus mematangkan profil produk. Salah satu persoalan: proteksi asuransi jiwa petani. Beleid UU P3 hanya menyebut empat risiko yang ditanggung. Pertama, bencana alam. Kedua, serangan organisme pengganggu tumbuhan. Ketiga, wabah penyakit hewan menular. Keempat, perubahan iklim global.

Firdaus menilai, jika pemerintah berencana memproteksi jiwa petani, para pelaku usaha asuransi jiwa perlu terlibat dalam konsorsium asuransi pertanian. Menurut dia, idealnya, konsorsium beranggotakan sekitar 10 perusahaan asuransi. Salah satu dari mereka berperan sebagai joint leader.

Kini, sudah ada dua perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi pertanian, yakni Asuransi Jasindo dan Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 (Bumida Bumiputera). Ahmad Fauzi, Kepala Divisi Korporasi Utama Bumida Bumiputera, mengatakan, pihaknya baru nemasarkan produk itu sejak akhir 2012. "Kami memasarkan lewat sentra-sentra beras yang dianggap rawan risiko gagal panen," imbuh Ahmad. Dia menilai, pembentukan konsorsium asuransi pertanian memerlukan aturan main teknis, semisal sistem pembayaran, klaim, dan besar premi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina