Pembentukan Satgas PIBT tidak selesaikan masalah



JAKARTA. Rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) menuai kritik. Selain memboroskan anggaran, satgas ini tak dibutuhkan karena optimalisasi fungsi dan koordinasi Bea dan Cukai yang seharusnya dikedepankan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, yang diperlukan saat ini adalah mengoptimalkan Indonesia National Single Window (INSW), bukan menambah satgas baru. Apalagi pembentukan satgas juga akan memakan anggaran pemerintah.

Enny menduga, rencana Bea Cukai membentu Satgas hanya berupa euphoria semata. "Seperti kemarin ada Satgas Pangan terus harga pangan stabil, padahal itu semu enggak menyelesaikan persoalan utama. Pangan itu kan menjadikan fluktuasi pangan karena demand dan supply tidak balance," kata Enny, Selasa (11/7).


INSW merupakan loket elektronik tunggal untuk penyelesaian perizinan impor ekspor serta pengurusan dokumen kepabeanan dan kepelabuhanan. Konsep ini merupakan wujud reformasi birokrasi pelayanan publik. Dengan INSW, semuanya terpusat terkoordinasi dalam suatu pusat pengendali dan computerized.

"Jadi terbalik, mestinya instrumennya dulu diperkuat baru Satgas itu. Sementara itu single window menjadi wacana terus, pengaplikasiannya belum real di lapangan," ujarnya.

Pembentukan Satgas juga hanya akan memberatkan importir. Selain beban di sisi waktu, importir juga harus menanggung sisi biaya karena banyak yang harus dilewati sebelum memasukkan barang ke Tanah Air.

Oleh karena itu, Ditjen Bea dan Cukai salah kaprah jika ingin membentuk Satgas. Sebab, fungsi Bea Cukai sebenarnya hanya untuk mengendalikan produk yang masuk ke Indonesia, bukan menentukan kriteria barang itu boleh masuk atau tidak.

"Ini kan Bea Cukai ini powerfull sekali termasuk yang menentukan boleh tidaknya suatu barang melintasi kawasan kepabeanan. Ini kan tugas kementerian teknis. Sehingga sekarang kalau misalnya ada satu rencana Bea Cukai mau membuat suatu klasifikasi (penertiban impor berisko tinggi), itu sebenarnya yang berhak membuat itu bukan Bea Cukai, tapi kementerian teknis," tuturnya.

Untuk diketahui, Ditjen Bea dan Cukai berencana membentuk Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi. Pembentukan Satgas ini nantinya akan tertuang dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).

Dalam draft Perpres, pembentukan Satgas diperlukan karena banyaknya praktik tidak sehat di pelabuhan dan perbatasan. Dalam draft tersebut, tugas Satgas adalah melaksanakan penertiban impor berisiko tinggi di pelabuhan utama dan perbatasan wilayah Indonesia. Ketua Satgas dapat menetapkan pelabuhan lain dan atau perbatasan yang akan dilakukan penertiban.

Wewenang Satgas nantinya melakukan pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan teknologi informasi dari kementerian/lembaga atau pihak lain. Membangun sistem pencegahan dan penertiban impor berisiko tinggi. Melakukan operasi tangkap tangan serta melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penertiban impor berisiko tinggi.

Satgas PIBT diketuai oleh Menteri Keuangan dengan Dewan Pengarah dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, Menteri Perdagangan dan kepala Kantor Staf Kepresidenan. Adapun Direktur jederal Bea dan Cukai akan bertugas sebagai Ketua Harian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan