KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana memberikan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun kepada BUMN guna memperkuat neraca transaksi berjalan. Namun ekonom menilai hal itu sebagai sesuatu yang tidak efektif, seolah menggarami lautan. "Rp 1 triliun ya? Kalau secara umum, arahnya adalah PMN, kemudian dikaitkan dengan CAD, itu nominalnya terlalu kecil. Defisit triwulanannya saja besar sekali, masa iya anggaran untuk memperbaikinya kecil?" kata Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto saat dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (27/8). Baca Juga: Pemerintah gelontorkan Rp 1 triliun ke BUMN untuk tekan defisit transaksi berjalan
Eko menaruh curiga bahwa ini adalah alasan yang dicari-cari. Menurutnya, ada kemungkinan BUMN butuh beberapa pendanaan untuk memperbaiki kinerja keuangannya. Namun, itu diatasnamakan untuk mengoptimalkan neraca transaksi berjalan. Lalu, Pemerintah melalui Kepala Badak Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa mereka akan memberikan suntikan PMN kepada BUMN yang sudah ada atau bahkan ada kemungkinan untuk membuat institusi baru. Membuat institusi baru juga dinilai Eko sebagai hal yang tidak efektif karena itu hanya akan memperberat kerja Pemerintah. Pembentukan BUMN baru tidak semudah membalik telapak tangan. "Kelembagaan baru itu efektifnya butuh waktu. Harus mencari eksekutornya, car siapa pemimpinnya, belum lagi membertimbangkan itu strategis atau tidak. Lalu dengan uang Rp 1 Triliun? Itu tidak akan cukup," ujar Eko. Eko meminta agar Pemerintah mempertimbangkan hal ini kembali. Karena menurutnya, untuk memperkecil CAD Pemerintah lebih baik menggunakan strategi-strategi di luar APBN. Baca Juga: Pemerintah harus mengkaji lagi apakah PMN kepada LPEI efektif Hal yang dipandang akan lebih efektif adalah dengan menetapkan kebijakan di sektor swasta. Ia mengambil contoh dengan memangkas ruang gerak importir atau swasta dalam kegiatan impor.