Pemberian Stimulus Sebelum PPN 12% Harus Selektif dan Tepat Sasaran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan sejumlah kebijakan stimulus guna mendorong perekonomian masyarakat menjelang penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Namun, kebijakan tersebut perlu dilakukan secara selektif dan tepat sasaran.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, mengungkapkan bahwa kebijakan pembatalan PPN 12% dan pemberian stimulus belum menunjukkan keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"“Pembatalan PPN 12% akan berpotensi menurunkan penerimaan pajak," ujarnya, Rabu (27/11).


Baca Juga: Langkah Tepat Jika Pemerintah Menunda Kenaikan Tarif PPN 12%

Untuk menutupi penurunan penerimaan tersebut, pemerintah memerlukan substitusi dari jenis pajak lain. Namun, pelemahan harga komoditas sumber daya alam menjadi tantangan, terutama bagi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan. 

Kendati demikian, sektor usaha lainnya masih memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan PPh badan.

Menurut Prianto, pemerintah juga dapat mengoptimalkan penerimaan PPh 21 melalui perluasan basis pajak, seperti imbalan natura, serta penerapan tarif pajak baru sebesar 35%. Tren kenaikan ini terlihat dalam laporan realisasi penerimaan pajak bulanan Kementerian Keuangan.

Prianto menekankan bahwa stimulus harus dirancang secara selektif agar tepat sasaran. "Pemerintah harus hadir ketika ekonomi masyarakat di sektor tertentu mengalami perlambatan," ujarnya. 

Baca Juga: PPN 12% Disinyalir Ditunda, Pemerintah Disarankan Siapkan Stimulus untuk Masyarakat

Ia menambahkan bahwa skema stimulus dapat dibagi menjadi dua jenis.

Pertama, direct government spending policy, yaitu bantuan langsung tunai kepada masyarakat dalam berbagai bentuk. 

Kedua, indirect government spending policy, yakni insentif pajak berupa pajak ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor tertentu, seperti industri padat karya, otomotif, dan kendaraan listrik. 

"Saat ini, skema kedua lebih sering digunakan karena memiliki risiko penyelewengan yang lebih rendah," jelas Prianto.

Baca Juga: Ribuan Warga Teken Petisi Tolak PPN 12%, Ditjen Pajak Buka Suara

Meski demikian, Prianto menilai pemerintah memerlukan data umpan balik dari pengusaha yang menerima fasilitas pajak DTP. Sektor-sektor yang menjadi target adalah yang mengalami pertumbuhan negatif akibat dampak ekonomi global dan geopolitik. 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dimanfaatkan untuk mendukung evaluasi tersebut.

Selanjutnya: Simak Hasil Pertarungan PDIP Vs KIM Plus Versi Hitung Cepat di Pilkada 2024

Menarik Dibaca: Pemerintah Turunkan Harga TIket Pesawat Domestik 10% Selama Periode Nataru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli