Pembiayaan alat berat tak lagi berat



JAKARTA. Industri pembiayaan alat berat menggeliat kembali. Memang, pertumbuhan pembiayaan alat berat tidak sesumringah tahun-tahun sebelumnya ketika bisnis komoditas sedang jaya-jayanya. Namun, pemulihan ini diharapkan menjadi awal perbaikan bisnis pembiayaan alat berat mendatang.

Mengutip data Bank Indonesia, pembiayaan alat berat per Agustus mencapai Rp 113 triliun. Pertumbuhannya dibandingkan tahun lalu mencapai 6,5%, lebih baik dibandingkan pertumbuhan tahunan hingga Juli yang sebesar 4,4%.

Kucuran pembiayaan alat berat (leasing) Agustus dibanding Juli juga tumbuh 3,5%, lebih tinggi dibanding Juni-Juli yang sebesar 3,3%.


Para penyedia dana pembelian alat berat untuk pertambangan hingga perkebunan, memang mengalami masa keemasan tahun lalu karena harga komoditas melejit. Pertumbuhan pembiayaan alat berat per Agustus 2012 dibanding setahun sebelumnya bisa sampai 75%. Namun, kegembiraan ini luntur ketika harga komoditas merosot tahun ini.

Meski begitu, Suwandi Wiratno, Presiden Diretur PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL) Finance yakin, bisa mencapai target pembiayaan tahun ini Rp 1,8 triliun. Sampai September perusahaan sudah membukukan pembiayaan Rp 1,5 triliun. "Tahun lalu, booking-an kami sebesar Rp 1,8 triliun dengan realisasi Rp 1,6 triliun," kata Suwandi.

Menggeser bisnis

Meski terjadi pelambatan di bisnis alat berat, Suwandi bilang, perusahaan akan tetap fokus di bisnis ini. CSUL hanya akan mengubah komposisi bisnis. Sektor pertambangan, yang menjadi tulang punggung perusahaan, paling banyak terimbas penurunan harga komoditas. Sehingga, CSUL kini akan memperbesar pembiayaan alat berat yang ditujukan menggarap sektor kehutanan dan agrikultur.

Sembari memperbesar pembiayaan, CSUL akan menjaga efisiensi operasional dan meningkatkan kualitas layanan. "Kami juga menerapkan asas kehati-hatian dan terus mencari pembiayaan unit baru melalui pemasok alat berat yang sudah menjalin relasi dengan kami," tukasnya.

Tidak jauh beda dengan PT Buana Finance Tbk, Herman Lesmana, direktur perusahaan ini mengakui, harga komoditas kini masih terasa belum pulih benar. “Hingga kuartal tiga, kami mengucurkan pembiayaan Rp 2,1 triliun,” kata dia.

Perusahaan yang terdaftar di lantai bursa dengan kode saham BBLD ini menargetkan bisa mengucurkan pembiayaan alat berat Rp 2,5 triliun – Rp 2,6 triliun hingga akhir tahun nanti.

Buana Finance juga tidak mempertimbangkan perpindahan fokus bisnis ke konsumer lantaran bisnis pembiayaan alat berat sedang tertekan. Bagi dia, yang paling penting adalah mempunyai peluang untuk membiayai mesin-mesin konstruksi seperti truk dan trailer.

Strategi khusus perusahaan saat ini adalah menyasar pembiayaan alat berat untuk menggarap areal Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan dan infrastruktur. "Sedangkan untuk bisnis pertambangan, masih ada peluang baik di komoditas batu bara dan nikel," tukasnya .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia