Pembiayaan, Faktor Kunci Pengembangan Energi Terbarukan



KONTAN.CO.ID - Pembiayaan menjadi faktor kunci pengembangan energi terbarukan dalam rangka pemenuhan target dekarbonisasi menuju emisi nol bersih atau NZE 2060. Salah satu pendukung terbukanya akses pembiayaan ialah melalui kemitraan. Pada pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), misalnya, yang menawarkan fleksibilitas pengoperasian, tetapi membutuhkan investasi besar.

PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dengan kapasitas total 510 megawatt (MW), misalnya. Sempat terkendala pembiayaan, proyek PLTA berjenis peaker atau dijalankan untuk memenuhi beban puncak kelistrikan itu berjalan kembali dan ditargetkan beroperasi komersial pada 31 Desember 2026. Nilai investasi proyek sebesar 1,67 miliar dollar AS.

PLTA berjenis run-of-river atau sesuai kondisi debit sungai tersebut dioperatori PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai special purpose company. Kepemilikan saham saat ini ialah State Development and Investment Corporation (SDIC) Power (BUMN China) 70 persen, PT PLN Nusantara Renewables (anak usaha PT PLN Nusantara Power) 25 persen, dan sisanya dimiliki oleh ASIA Hydria.


Direktur Pengembangan Bisnis dan Komersial PT PLN Nusantara Power (NP) Muhamad Reza di Jakarta, Rabu (7/8/2024), mengatakan, pembiayaan dibutuhkan karena masifnya target PLN dalam mengembangkan energi terbarukan di Indonesia. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, PLN NP mendapat penugasan untuk membangun pembangkit energi terbarukan dengan kapasitas total 6.300 MW.

"Mayoritas (penugasan pembangunan pembangkit) energi terbarukan. Artinya, kami memerlukan pendanaan serta teknologi. Kemitraan diperlukan. Sebab, energi terbarukan bukan sesuatu yang telah kami miliki dengan pengalaman panjang. Kami juga membutuhkan pengalaman mereka (mitra) perihal sosial, lingkungan, dan tata kelola (ESG) dan lainnya," kata Reza.

Adapun PLTA Batang Toru bagian dari proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada Mei 2015. Dalam hal ini, lanjut Reza, PLN Nusantara Power sebagai eksekutor dari penugasan PT PLN (Persero) berdasarkan peta kebutuhan kelistrikan.

Reza menambahkan, pemilihan lokasi Batang Toru, dengan kapasitas 510 MW, tidak terlepas dari kebutuhan serta sumber daya yang ada. "Yang jelas, kalau mau konsisten mengejar 23 persen (dalam bauran energi primer pada 2025), energi terbarukan harus dikembangkan. Begitu kami ditugaskan untuk membangun pembangkit, utamanya adalah untuk kebutuhan sistem dan jaringan," jelasnya.

Keunggulan PLTA, imbuh Reza, yakni berasal dari sumber energi terbarukan serta bersifat fleksibel. Artinya, dapat dikelola kapan air dialirkan untuk menghasilkan listrik atau kapan air ditampung dulu. Suatu sistem kelistrikan akan terbantu dengan adanya PLTA.

Sebelumnya, PLTA Batang Toru sempat terkendala pendanaan. Technical Relationship Manager NSHE Indrajati Herumurti menjelaskan, kendala pendanaan terjadi pada 2018-2019, yang kemudian diperparah dengan pandemi Covid-19 pada 2020. Isu keanekaragaman hayati yang mendera membuat Bank of China, yang terafiliasi dengan Bank Dunia, batal menyalurkan dana untuk proyek itu.

Pada Oktober 2020, dalam perencanaan baru kelistrikan PLN di masa pandemi Covid-19, NSHE bernegosiasi dengan PLN terkait pelaksanaan proyek PLTA Batang Toru, hingga akhirnya rencana operasi komersial (commercial operation date) mundur dari 2022 menjadi 2026. Proyek mulai berjalan kembali setelah masuknya SDIC Power.

Indrajati menuturkan, kepastian pendanaan didapat setelah ada sindikasi 7 bank, yang tidak terafiliasi dengan Bank Dunia, untuk mendanai proyek PLTA Batang Toru. "Namun, tetap ada persyaratan terhadap Amdal (analisis mengendai dampak lingkungan). Mereka meminta agar semua dijalankan dan kami juga dipantau," ujarnya. Adapunpenyelesaian pendanaan proyek itu tuntas pada Maret 2023.

Jam operasi

PLTA Batang Toru terletak di Kecamatan Sipirok, Marancar, dan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang memanfaatkan aliran Sungai Batang Toru. Lantaran bertipe run-of-river, bendungan yang diperlukan relatif tidak besar. Bendungan setinggi 74 meter di hulu menjadi area penampungan air dari sungai. Saat dilepas, air mengalir lewat terowongan pipa beton berdiameter 8,8 meter,sepanjang 12 kilometer (km) ke arah hilir.

Keluar dari terowongan, aliran air terpecah dua jalur melalui pipa pesat (penstock), berupa besi berdiameter 5,7 meter dengan posisi curam. Kemudian, aliran terpecah lagi menjadi empat jalur lewat pipa berdiameter 2,5 meter yang langsung mengarah ke empat turbin (mesin) dibangunan pembangkit (power house), masing-masing berkapasitas 127,5 MW. Perbedaan elevasi antara bendungan dan power house pada PLTA tersebut ialah 273 meter.

Pada Selasa (23/7/2024), tampak pekerjaan konstruksi tengah dilakukan di sejumlah bagian PLTA, termasuk bendungan dan power house. Aliran Sungai Batang Toru dibelokkan sementara selama pekerjaan bendungan. Beberapa alat berat beroperasi di sekitar bagian pintu air bendungan. Terowongan pipa dari bendungan menuju power house juga telah tersambung. Kemajuan pengerjaan proyek itu telah mencapai 62 persen.

Indrajati menjelaskan, sebagai pembangkit peaker, PLTA Batang Toru beroperasi hanya pada beban puncak kelistrikan yakni pukul 18.00-00.00. "Jadi, faktor kapasitas PLTA ini rendah, hanya enam jam beroperasi. Energi yang dihasilkan dalam setahun sekitar 2.134 gigawatt-jam (GWh)," ujarnya.

Selain PLTA, NSHE juga membangun fasilitas gardu induk dan transmisi kelistrikan, yang nantinya akan langsung diserahkan ke PLN. Fasilitas itu untuk mengevakuasi listrik yang dihasilkan dari PLTA Batang Toru. Nantinya, listrik akan masuk ke transmisi 275 kilovolt (kV) antara Gardu Induk Padang Sidempuan dan Gardu Induk Sarulla. Transmisi itu berjarak sekitar 16 km dari lokasi PLTA.

Indrajati menambahkan, berdasarkan kontrak, setelah 30 tahun beroperasi, PLTA Batang Toru akan diserahkan sepenuhnya kepada PLN. "Setelah 30 tahun beroperasi komersial, kami akan memberikan PLTA ini kepada PLN seharga 1.000 dollar AS," ujarnya.

Keanekaragaman hayati

Salah satu sorotan dalam pembangunan PLTA Batang Toru ialah terkait keanekaragaman hayati di sekitar lokasi pembangunan pembangkit tersebut. Terutama, potensi dampak proyek pada habitat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), primata yang teridentifikasi sebagai spesies baru pada 2017. Terletak di Ekosistem Batang Toru, proyek dikhawatirkan mengancam kelangsungan kehidupan spesies orangutan ketiga itu.

Sorotan datang dari Wahana Lingkunan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara. Walhi Sumut sejatinya mendukung transisi dari energi kotor seperti pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara ke pembangkit energi terbarukan. "Namun, proses pembangunannya harus dilakukan dengan cara bersih,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Rianda Purba, Selasa (20/8).

Kendati PLTA Batang Toru termasuk pembangkit energi terbarukan, pembangunannya dinilai berdampak pada Ekosistem Batang Toru. Rianda menyebut, ada tiga hal yang pihaknya kritisi dari pembangunan PLTA Batang Toru.

Pertama, PLTA Batang Toru dinilai mengancam keberlangsungan hidup populasi orangutan tapanuli. Ekosistem Batang Toru ialah rumah orangutan tapanuli dengan populasi tersisa sekitar 800 individu. Di tengah statusnya yang terancam punah, menurut Rianda, tekanan sekecil apa pun akan sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup populasinya.

Di samping itu, Pembangunan PLTA Batang Toru juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem Batang Toru yang merupakan habitat satwa spesies kunci di hutan itu. Selain orangutan tapanuli, juga harimau sumatera, gajah sumatera, dan badak sumatera.

Kedua, pembendungan akan mengganggu hidrologi dan ekologi di Sungai Batang Toru. Menurut Rianda, pembendungan air akan menyebabkan badan sungai mengecil. Badan sungai akan kering saat dibendung pada siang dan akan banjir saat air dilepas pada malam. Ketiga, pembangunan PLTA Batang Toru dinilai mengancam keselamatan masyarakat karena berada di daerah rawan gempa di sesar Sumatera yang aktif.

Mengenai hal tersebut, Manajer Biodiversity NSHE, Iqbal Nizar Arafat menuturkan, pihaknya memastikan konservasi sebagai program utama perusahaan. Secara lokal, NSHE membangun arboreal bridge di sebanyak 12 titik, baik untuk jalur lintas orangutan maupun primata lainnya. Selain itu, terpasang kamera jebakan untuk terus memantau pergerakan hewan di area proyek.

Arboreal bridge tersebut berupa bentangan satu tali, dua tali, ataupun berbentuk jaring. "Pertimbangan lokasinya ialah hasil pengamatan kami terhadap orangutan yang melintas. Itu akan terus kami perbarui. Kami juga melakukan revegetasi. Bukan hanya untuk meghijaukan lahan gundul, tetapi juga berkait dengan pakan orangutan, seperti buah cempedak, nangka, dan lainnya," ujar Iqbal.

Sementara terkait kekhawatiran ancaman keselamatan masyarakat lantaran terletak di daerah rawan gempa, pihak NSHE menyebutkan, sebelum membangun bendungan, ada studi yang harus disetujui Komisi Keamanan Bendungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Persetujuan bendungan PLTA Batang Toru didapat dalam waktu satu tahun, dan dipastikan tidak berada di atas patahan lempeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal