KARAWACI. pengelola Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sedang tersenyum bahagia. Sebab, pada kuartal III-2013, penyaluran pembiayaan tumbuh hingga 32,5% dibanding dengan setahun sebelumnya. Per akhir September lalu LPEI menyalurkan pembiayaan Rp 35,6 triliun. Sedangkan di periode yang sama tahun lalu, perusahaan ini menyalurkan kredit ekspor Rp 24 triliun. Basuki Setyadjid, Direktur LPEI mengatakan, pembiayaan ekspor memang berpeluang besar. Lantaran kinerja makin oke, LPEI juga merevisi target pencapaian aset akhir tahun ini menjadi Rp 45 triliun dari Rp 42 triliun.
Dari total penyaluran kredit itu, mayoritas atau sekitar 33% dari pembiayaan ekspor LPEI mengalir di DKI Jakarta. Sebanyak 18% diserap eksportir di Jawa Barat dan Banten, 16% Sumatera, 15% Jawa Timur. Sisanya, sebanyak 12% pembiayaan diserap industri di Kalimantan, 4% Jawa Tengah dan Indonesia Timur, serta 1% di luar negeri. Dari tujuan penggunaan, sekitar setengah dari pembiayaan ini disalurkan ke perindustrian. "Sedangkan 10% untuk pertanian dan jasa, 8% pengangkutan pergudangan dan pertambangan, 6% perdagangan, restoran serta hotel, 35% untuk konstruksi," kata Basuki, Jumat (18/10). Sektor industri terbesar yang dibiayai LPEI yaitu tekstil, kelapa sawit, jasa, konstruksi, pertambangan, konstruksi, perabot dan komponen otomotif. Agresif menyalurkan pembiayaan, perusahaan yang dulunya bernama Indonesia Eximbank ini berhasil menekan kredit bermasalah atau
non-performing loan (NPL) gross menjadi 3,29%, dan bersih 1,22%. Pencapaian ini lebih baik dibanding tahun lalu yang sebesar 4,38%. "Kami berusaha semaksimal mungkin agar NPL tahun ini sebesar 2,3% saja,” tambah Basuki. Antrean panjang Mengimbangi permintaan ekspor yang makin tinggi, LPEI mencari pendanaan dari bank asing dan bank lokal. Yang terbaru, LPEI mengantongi pinjaman sindikasi sebesar US$ 500 juta. Pinjaman tersebut langsung dicairkan seluruhnya dari sekitar 15 perusahaan asing. Perseroan ini menunjuk tiga
arranger, yakni Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, OCBC Singapura dan Mizuho Bank. “Dengan pendanaan sebesar itu, kami bisa dengan mudah memberikan pembiayaan berorientasi ekspor," kata Basuki. Salah satu jenis usaha yang akan dibiayai adalah pengolahan mineral tambang. Tahun ini, LPEI kedatangan 230 proposal pembiayaan untuk smelter. Namun realisasinya hanya sekitar 5% dari permintaan tersebut. Maklumlah, pembiayaan untuk smelter nilainya besar-besar. Akhir pekan lalu, LPEI sepakat mengucurkan kredit US$ 95 juta untuk perusahaan bijih besi PT Indoferro di Cilegon. Selain itu, perusahaan ini juga membiayai pembangunan smelter di Morowali dan proyek untuk PT Aneka Tambang Tbk.
Total pinjaman bank yang diterima LPEI sebesar Rp 16 triliun sepanjang tahun ini, lebih besar dibanding pencapaian setahun lalu yang sebesar Rp 11 triliun. Pinjaman bank ini melengkapi pendanaan LPEI yang didapatkan dari pasar modal. Hingga September lalu, perusahaan ini sudah menerbitkan surat utang efek bernilai Rp 18 triliun, lebih besar dibanding September tahun lalu yang sebesar Rp 13 triliun. Total pendanaan yang dikantongi LPEI mencapai sebesar Rp 34 triliun. LPEI belum berencana menerbitkan surat utang lagi pada sisa tahun ini mengingat kondisi pasar modal fluktuatif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia