KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran pembiayaan
multifinance ke DKI Jakarta terus menurun. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, per 2018, penyaluran pembiayaan ke DKI sebesar Rp 96,48 triliun. Angka ini turun 6,7% secara tahunan dari Rp 103,41 triliun per 2017. Jumlah pembiayaan
multifinance ke DKI Jakarta per 2017 itu juga menurun sebesar 2,5% dibanding 2016 yang sebesar Rp 106,06 triliun. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, penurunan pembiayaan
multifinance ke Jakarta ini disebabkan oleh perkembangan transportasi
online dalam beberapa tahun terakhir. terutama kendaraan roda empat dan roda dua. Maklum saja, portofolio pembiayaan
multifinance masih didominasi oleh dua jenis kendaraan tersebut.
Menurut dia, kehadiran transportasi
online seperti Go-jek dan Grab menggeser pola konsumsi masyarakat yang tinggal maupun beraktivitas di Jakarta. Ia mencontohkan, sebelumnya mungkin setiap orang di dalam satu rumah punya satu motor. Akan tetapi, platform transportasi online yang memungkinkan penggunanya untuk memesan jasa transportasi, mengirim barang, hingga memesan makanan secara
online, membuat masyarakat berpikir dua kali untuk menambah unit motornya. Begitu juga dengan pajak progresif bagi pemilik kendaraan bermotor yang berlaku mulai 2010 di DKI Jakarta. Besaran biaya pajak ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan. Pajak ini berlaku jika jumlah kendaraan yang dimiliki lebih dari satu dengan nama pribadi atau nama anggota keluarga yang tinggal di satu alamat. “Kemudian, kalau sudah ada mobil, orang juga cenderung butuh supir. Jadi, kemudahan yang ditawarkan oleh aplikasi transportasi
online ini mempengaruhi pembiayaan kendaraan bermotor di Jakarta,” kata Suwandi saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (25/3). Sementara itu, Direktur Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo mengatakan, pembiayaan perusahaannya ke Jakarta sempat menurun pada tahun 2016 ke 2017, yakni dari Rp 5,18 triliun menjadi Rp 5,15 triliun. Akan tetapi, jumlah pembiayaan tersebut meningkat kembali pada 2018 menjadi Rp 5,66 triliun. Menurut dia, penurunan penyaluran pembiayaan ke DKI Jakarta tidak terlalu signifikan, sebab pasar DKI Jakarta stabil. “Naik turun pembiayaan di MTF lebih karena rebutan pasar saja dengan kompetitor,” kata dia.
Meskipun begitu, menurut dia, jika melihat keseluruhan industri pembiayaan, penurunan penyaluran pembiayaan di DKI Jakarta disebabkan karena perubahan gaya hidup di Jakarta. Ketersediaan transportasi
online membuat orang lebih nyaman menggunakan layanan tersebut daripada harus menyetir sendiri di tengah kondisi Jakarta yang macet. “Selain itu pemenuhan pusat-pusat bisnis dan hiburan di pinggiran Jakarta yang terus tumbuh membuat orang tidak perlu lagi ke Jakarta,” kata dia. Oleh karea itu, menurut dia kehadiran
mass rapid transit (MRT) dan transportasi massal yang semakin baik menjadi tantangan bagi industri perusahaan pembiayaan. Begitu juga dengan tarif parkir kendaraan yang kemungkinan terus meningkat. Sementara itu, Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim mengatakan, penurunan pembiayaan ke DKI Jakarta ini disebabkan banyak perusahaan yang beralih menyasar daerah sekitarnya. Memang, berdasarkan data OJK, beberapa provinsi dengan jumlah pembiayaan tertinggi setelah Jakarta menunjukkan kenaikan pembiayaan setiap tahunnya, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi