JAKARTA. Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lukita Dinarsyah Tuwo menuturkan, pembiayaan pembangunan ke depan kemungkinan masih mengandalkan utang luar negeri, meski sangat tergantung arah kebijakan Presiden terpilih. Dia mengatakan, dalam kurun waktu 5 tahun ke depan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dirancang defisit. Ini karena pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan yang amat besar. Pada 2019 diperkirakan dibutuhkan Rp 1.080 triliun guna membangun sumber energi listrik, Rp 1.274 triliun untuk jalan raya, Rp 666 triliun untuk sanitasi, dan Rp 535 triliun untuk infrastruktur energi dan gas. "Tapi itu belum lihat hitung-hitungan riilnya. Memang ada opsi defisit APBN-nya apakah medium, atau high. Diskusi dengan Kemenkeu masih dilakukan, dan itu baru estimasi, berapa sumber daya yang ada," ungkapnya di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Selasa (8/4/2014). Lukita mengatakan, jika pemerintah baru ambisius ingin mencapai target RPJMN pada 2020, maka rasio utang terhadap PDB pasti minimal 30 persen. Sebagai konsekuensi agar tak menjebol APBN, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan proyek berskema public private partnership. Sementara itu, jika pemerintah baru ingin mencapai 75 persen target RPJMN pada 2020, maka rasio utang terhadap PDB sama dengan saat ini yakni di kisaran 22,5 persen. Dalam pilihan ini, kerjasama pemerintah swasta juga layak diperbanyak. Terakhir, jika pemerintah baru hanya ingin mencapai 50 persen target RPJMN pada 2020, diperkirakan seluruh infrastruktur dasar baru terbangun pada 2030. "Ini lebih cocok untuk pemimpin yang bervisi mengurangi utang," ujar Lukita. Dari tiga skenario di atas, Lukita menegaskan, sikap politik anggaran Presiden terpilih dan visi-misinya akan sangat mempengaruhi utang negara. Artinya juga, jika ada agenda politik untuk mengurangi defisit APBN, tentu saja butuh sumber pembiayaan pembangunan yang lain. "Kalau pemerintah mau mengambil defisit, ada opsinya. Misalnya, bagaimana kebijakan terhadap subsidi, pada penerimaan pajak. Ini semua jadi skenario. Bappenas siap menawarkan skenario-skenario itu," pungkasnya. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pembiayaan pembangunan andalkan utang luar negeri
JAKARTA. Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lukita Dinarsyah Tuwo menuturkan, pembiayaan pembangunan ke depan kemungkinan masih mengandalkan utang luar negeri, meski sangat tergantung arah kebijakan Presiden terpilih. Dia mengatakan, dalam kurun waktu 5 tahun ke depan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dirancang defisit. Ini karena pembangunan infrastruktur membutuhkan pembiayaan yang amat besar. Pada 2019 diperkirakan dibutuhkan Rp 1.080 triliun guna membangun sumber energi listrik, Rp 1.274 triliun untuk jalan raya, Rp 666 triliun untuk sanitasi, dan Rp 535 triliun untuk infrastruktur energi dan gas. "Tapi itu belum lihat hitung-hitungan riilnya. Memang ada opsi defisit APBN-nya apakah medium, atau high. Diskusi dengan Kemenkeu masih dilakukan, dan itu baru estimasi, berapa sumber daya yang ada," ungkapnya di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Selasa (8/4/2014). Lukita mengatakan, jika pemerintah baru ambisius ingin mencapai target RPJMN pada 2020, maka rasio utang terhadap PDB pasti minimal 30 persen. Sebagai konsekuensi agar tak menjebol APBN, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan proyek berskema public private partnership. Sementara itu, jika pemerintah baru ingin mencapai 75 persen target RPJMN pada 2020, maka rasio utang terhadap PDB sama dengan saat ini yakni di kisaran 22,5 persen. Dalam pilihan ini, kerjasama pemerintah swasta juga layak diperbanyak. Terakhir, jika pemerintah baru hanya ingin mencapai 50 persen target RPJMN pada 2020, diperkirakan seluruh infrastruktur dasar baru terbangun pada 2030. "Ini lebih cocok untuk pemimpin yang bervisi mengurangi utang," ujar Lukita. Dari tiga skenario di atas, Lukita menegaskan, sikap politik anggaran Presiden terpilih dan visi-misinya akan sangat mempengaruhi utang negara. Artinya juga, jika ada agenda politik untuk mengurangi defisit APBN, tentu saja butuh sumber pembiayaan pembangunan yang lain. "Kalau pemerintah mau mengambil defisit, ada opsinya. Misalnya, bagaimana kebijakan terhadap subsidi, pada penerimaan pajak. Ini semua jadi skenario. Bappenas siap menawarkan skenario-skenario itu," pungkasnya. (Estu Suryowati)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News