Pembiayaan syariah dikritik karena mahal, ini perbedaan KPR syariah dan konvensional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dai kondang Ustaz Yusuf Mansur melontarkan kritik lewat media sosialnya. Ia menyebut praktik perbankan syariah berbiaya tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan bisnis perbankan konvensional. 

Kritik ini dilontarkan Yusuf Mansur setelah mendapat aduan mahalnya cicilan pembiayaan syariah dari salah satu jamaahnya. 

Gara gara pembiayaan mahal Ini pula, kata Yusuf Mansur, membuat pembiayaan di bank syariah sulit dijangkau masyarakat. Padahal menurutnya, pembiayaan syariah seharusnya menyentuh masyarakat dan hal tersebut menjadi pekerjaan besar bagi para pemimpinnya.


Yusuf Mansur juga mengaku siap membuka mahalnya pembiayaan di bank syariah. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui fakta di lapangan.

Lantas, apa perbedaan skema KPR syariah dan konvensional?

Baca Juga: Yusuf Mansur kritik pembiayaan syariah mahal, ini beda KPR syariah vs konvensional

Di lihat dari sisi persyaratan kredit, dokumen dan proses kredit tidak ada perbedaan. Perbedaannya ada pada cara perhitungan kewajiban (angsuran) setiap bulan. 

KPR konvensional menetapkan sistem suku bunga, umumnya bunga tetap (fixed rate) di awal masa kredit (1 tahun-3 tahun), selanjutnya mengikuti fluktuasi ekonomi sehingga besaran cicilan berubah setiap waktu (floating) tergantun besaran bunga. Namun, ada juga KPR konvensional dengan sistem flat atau cicilan tetap selama masa kredit.

Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi menjelaskan, perbedaan paling mendasar skema KPR syariah dan konvensional adalah dari prinsip akad yang digunakan. KPR Syariah mengadaptasi sistem jual beli atau akad murabahah yang sesuai dengan prinsip syariah. 

"PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebagai bank syariah terbesar di Indonesia mempunyai berbagai pilihan produk KPR syariah di antaranya adalah Griya Hasanah (plus Mabrur), Griya Hijrah, Griya Refinancing, dan yang terbaru adalah Griya Simuda," kata Hery Gunardi kepada Kontan.co.id, Jumat (21/5).

KPR konvensional maupun syariah memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Dengan fixed rate di awal masa kredit dan selanjutnya floating, besar cicilan pada KPR konvensional bisa berubah-ubah setiap saat. 

Berbeda dengan syariah yang menawarkan cicilan dengan jumlah tetap sampai kredit berakhir. Sehingga tidak ada kekhawatiran cicilan mendadak melonjak karena ketidakpastian suku bunga.

Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan pembiayaan KPR Syariah justru jatuhnya lebih mahal dibanding dengan KPR umum. Ini terutama terjadi pada tahun pertama kredit, atau karena ada penurunan bunga KPR konvensional yang sangat drastis.

Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara juga menjelaskan, pada skema KPR syariah ada akad syariah yang di gunakan. Misalnya Murabahah  (jual beli), Musyarakah Mutanaqishah (kepemilikan bersama) IMBT (sewa), dan lain-lain.

Selain itu, DP KPR Syariah lebih rendah khususnya jika menggunakan akad MMQ/IMBT untuk fasilitas pembiayaan kedua dan seterusnya (sesuai ketentuan LTV).

Biaya KPR Syariah juga lebih murah dimana nasabah hanya dikenakan biaya administrasi sementara  KPR Konvensional dikenakan biaya administrasi dan provisi.

Angsuran KPR Syariah juga flexible. Bisa angsuran tetap sampai lunas (murabahah) dan Angsuranya bisa direview sesuai kondisi  marke (MMQ/IMBT) dengan formula review yang disepakati dari awal. "Tenor pembiayaan KPR Syariah juga sudah bisa sampai 25 tahun," kata Pandji.

Selanjutnya: BSI dan Sinarmas Land bidik penyaluran pembiayaan rumah ke milenial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi