KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembuat undang-undang dinilai perlu memperjelas penafsiran perubahan sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dalam UU Cipta kerja. Dosen Fakultas Hukum dan Peneliti Pusat Studi Energi UGM Irine Handika mengatakan, apabila dilihat secara sistematis, perubahan pasal 4, 5 , 1, dan 52 UU Migas yang diatur dalam Pasal 40 UU Cipta Kerja menempatkan rezim perizinan berusaha sebagai dasar hukum kegiatan usaha hulu dan hilir migas. Hal ini menurutnya berpotensi membuka peluang timbulnya multiinterpretasi, mengingat pengusahaan hulu migas di Indonesia sebelumnya menganut rezim pengusahaan hulu migas dari Kontrak Kerja Sama (KKS).
Pembuat UU perlu perjelas rezim kegiatan usaha hulu migas pasca UU Cipta Kerja
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembuat undang-undang dinilai perlu memperjelas penafsiran perubahan sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dalam UU Cipta kerja. Dosen Fakultas Hukum dan Peneliti Pusat Studi Energi UGM Irine Handika mengatakan, apabila dilihat secara sistematis, perubahan pasal 4, 5 , 1, dan 52 UU Migas yang diatur dalam Pasal 40 UU Cipta Kerja menempatkan rezim perizinan berusaha sebagai dasar hukum kegiatan usaha hulu dan hilir migas. Hal ini menurutnya berpotensi membuka peluang timbulnya multiinterpretasi, mengingat pengusahaan hulu migas di Indonesia sebelumnya menganut rezim pengusahaan hulu migas dari Kontrak Kerja Sama (KKS).