KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas logam dinilai masih punya prospek baik tahun depan. Sentimen positif datang dari China, dimana negeri Tirai Bambu ini mulai membuka kembali perekonomiannya dan melonggarkan kebijakan zero Covid-19. China mulai mengurangi waktu karantina untuk pelancong internasional selama dua hari. Aturan baru menetapkan karantina untuk pelancong internasional hanya berlaku selama lima hari. Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan menilai, kondisi ini menciptakan sentimen positif pada harga komoditas logam. Relaksasi kebijakan ini dinilai penting karena China menyumbang sekitar 50% dari permintaan logam dasar.
Baca Juga: Harga Nikel Diprediksi Akan Cenderung Volatile Tahun Depan, Ini Deretan Sentimennya Harga keseimbangan pasar saat ini juga mencerminkan kebijakan lockdown covid-19 dan pelemahan di pasar perumahan serta konstruksi domestik di China. Menurut Hasan, pembukaan kembali perekonomian China akan berdampak signifikan bagi pasar nikel. Sebab, stainless steel masih menyumbang 70% dari konsumsi nikel dunia. Oleh karena itu, Hasan meyakini bahwa harga nikel akan tetap solid di sisa tahun ini. Dia menaikkan perkiraan harga nikel untuk 2022 sampai 2023 menjadi masing-masing US$ 26.000 per ton dan US$ 21.000 per ton dari sebelumnya US$ 21.000 per ton dan US$ 17.000 per ton. Pun demikian dengan tembaga. Hasan memperkirakan harga tembaga akan kembali stabil tahun depan dengan ekspektasi adanya pemulihan ekonomi China dan solidnya penjualan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Dia memperkirakan harga tembaga akan berada di kisaran pada level US$ 9.000 per ton pada tahun 2023. Sementara itu, harga timah diproyeksi tidak akan semoncer tahun ini. Hasan menilai harga timah masih akan terbebani oleh pasokan yang tinggi dari smelter milik swasta di Indonesia.