KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembukaan ekonomi China dinilai menjadi angin segar bagi industri nikel. Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan, China yang membuka Kembali perekonomiannya menjadi katalis positif untuk sektor nikel. Inilah yang membuat harga nikel naik belakangan ini. “Karena China merupakan konsumen nikel terbesar di dunia dan itu menjadi pendorong harga nikel baru-baru ini. Untuk target nikel di tahun ini ada di rentang level US$ 33.000 sampai US$ 35.000 per ton,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Rabu (4/1). Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Juan Harahap memperkirakan permintaan nikel dari China akan naik 2023 tahun ini. Proyeksi pertumbuhan konsumsi nikel didukung oleh pulihnya aktivitas manufaktur yang berasal dari pemulihan konsumsi baja nirkarat China. Adapun China mencatat kenaikan produksi stainless steel sebesar 31,7% secara tahunan menjadi 2,4 juta ton pada bulan Oktober 2022.
Dampak divestasi INCO
Pemerintah memastikan bakal memperbesar kepemilikan sahamnya di emiten penambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Menteri BUMN Erick Thohir berharap, kepemilikan pemerintah di INCO minimal 51% saham. Saat ini, pemerintah melalui holding pertambangan BUMN, yakni MIND.ID baru menggenggam 20% saham INCO sejak kewajiban divestasi yang dilakukan investor pada Oktober 2020 silam. Mayoritas saham INCO sebesar 63% masih dikuasai Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining. Menurut Felix, dampak dari aksi korporasi tersebut tidak terlalu berdampak signifikan bagi operasional INCO. Namun di satu sisi, dengan membesarnya porsi saham pemerintah di tubuh INCO bisa membuka peluang INCO untuk bekerjasama dalam konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC). Peluang ini seiring intensifikasi industri kendaraan listrik alias electric vehicle (EV) dari hulu ke hilir yang digalakkan oleh pemerintah. “Hanya saja masih dinanti juga bagaimana peran INCO dalam kerjasama tersebut,” kata Felix. Meskipun ekspektasi permintaan nikel akan solid dari kendaraan listrik dalam jangka panjang, Juan meyakini pengembangan EV masih dalam tahap awal. Dia melihat permintaan nikel terutama masih akan didorong dari industri baja anti karat (stainless steel) dalam jangka pendek. Dia memilih saham ANTM sebagai pilihan utama (top picks) dengan pertimbangan pendapatan yang terdiversifikasi dari logam lain. ANTM juga memiliki potensi tambahan pendapatan dari proyek smelter Halmahera dan lebih banyak memiliki eksposur ke proyek Indonesia Battery Corporation (IBC). Seiring ekspektasi peningkatan kapasitas smelter domestik, Juan melihat adanya kenaikan volume penjualan bijih nikel ANTM sebesar 32,5% YoY di 2023. Di sisi lain, Juan memperkirakan adanya kenaikan produksi feronikel ANTM menjadi 25.000 TNi pada tahun ini. Sebab, proyeksi Juan, smelter Halmahera milik ANTM akan mulai berproduksi pada 2023. Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Pilihan Emiten Barang Konsumen Primer di Tahun 2023 Dia merekomendasikan trading buy saham ANTM dengan target harga Rp 2.300. Sementara itu, Juan menyematkan rekomendasi hold saham INCO dengan target harga Rp 7.500. Rekomendasi ini turun dari rekomendasi yang disematkan sebelumnya, yakni trading buy. Penurunan rating ini dikarenakan Juan melihat potensi upside saham INCO yang terbatas terhadap target harga. Juan berekspektasi produksi nikel matte INCO akan naik menjadi sebesar 70.000 ribu ton pada 2023 Sementara itu, Felix merekomendasikan beli saham ANTM dengan target Rp 2.800 dan buy INCO dengan target harga Rp 8.700.ANTM Chart by TradingView