Pembukaan hutan kini bertarif supermahal



JAKARTA.Pengusaha sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan harus merogoh kocek lebih dalam.   Lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kementerian Kehutanan (Kemhut), pemerintah memungut tarif baru dan menaikkan tarif atas pengelolaan hutan, kebun serta tambang.

Sekretaris Jenderal Kemhut Hadi Daryanto mengatakan, revisi PP pengganti PP no 92/199 ini lantaran sudah lebih satu dasawarsa belum berubah. "Kami perlu mengatur lagi atas semua pemanfaatkan tanah negara," tandas Hadi kepada KONTAN, Rabu (5/3).

Apalagi, tahun ini, target penerimaan negara bukan pajak atau PNPB dari sektor kehutanan mencapai Rp 5,02 triliun, naik 18% ketimbang tahun 2013 lalu. Namun, Hadi mengatakan jika aturan ini tak memberatkan pengusaha.


Tapi mari kita lihat detail aturan tersebut.  Pertama,  pemerintah mewajibkan adanya provisi atas pemotongan kayu bulat dari hutan alam, yakni 10% dari harga patokan yang ditetapkan Kemhut. 

Begitu juga dengan pemotongan kayu dari hutan tanam industri, pengusaha harus menyediakan provisi sebanyak 6% dari harga patokan.

Kedua PP itu, pemerintah juga mewajibkan adanya iuran atas izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam yakni Rp 250 hingga Rp 5.000 per izin per hektare (ha) per tahun. Begitu juga untuk pemanfaatan kawasan hutan.

Yang juga menarik, dalam poin ketiga, pemerintah juga mewajibkan pengusaha  membayar uang ganti rugi setiap meter kubik kayu yang ditebang, untuk dijadikan hutan tanaman industri, kebun, maupun pertambangan. Setiap meter kubik pohon yang ditebang dikenakan tarif 100% dikalikan dengan harga patokan yang ditetapkan Kemhut. 

Dengan cara ini, "Pengusaha akan berpikir ulang untuk melakukan land clearing karena biayanya sangat mahal," tandas Hadi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto bilang , PP ini jelas akan menambah beban pengusaha. Apalagi, di tengah kondisi usaha kehutanan yang lesu. "Ini perlu diimbangi dengan insentif," ujar dia.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur menambah, aturan ini akan membuat harga hasil hutan kian mahal. "Ini justru mengurangi daya saing pengusaha Indonesia," kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan