Pembunuhan Salim dibiayai perusahaan tambang?



JAKARTA. Kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil, warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur telah membetot perhatian banyak kalangan. Selain petani, Salim selama ini memang dikenal sebagai aktivis lingkungan. 

Selain Salim, seorang rekannya bernama Tosan juga dianiaya hingga sekarat. Bersama warga lainnya, ia selama ini memang vokal menentang aktivitas pertambangan pasir di desanya. Sebagai petani, ia menilai aktivitas tambang pasir di desanya hanya akan merusak lingkungan dan lahan pertanian milik warga Desa Selok Awar-Awar.

Lantaran sikapnya yang tegas menentang aktivitas tambang pasir itu,  Salim pun meregang nyawa. Tragisnya tindakan menghilangkan nyawa Salim dilakukan secara sadis dan terang-terangan oleh sekelompok preman.


Belakangan, polisi mengungkap aktor intelektual di balik terbunuhnya Salim. Kapolres Lumajang, AKBP Fadli Munzir Ismail menyatakan, Kades setempat yang bernama Hariyono adalah otak di balik aksi keji tersebut. Hariyono sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama 23 tersangka lainnya dalam kasus ini.

Namun, banyak kalangan kurang puas dengan kinerja kepolisian. Mereka meragukan, aktor intelektual kasus ini hanya berhenti di kepala desa.

Pembunuhan dua petani dan aktivis penolak tambang pasir di Lumajang, Jawa Timur ini diduga sudah melibatkan mafia. Karena itu perkara pembunuhan ini harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain mengatakan, aktivitas penambangan pasir ilegal di pesisir Pantai Watu Pecak, Lumajang, Jawa Timur sudah berlangsung puluhan tahun.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini juga menduga ada sokongan dari elite-elite politik dalam kasus pembunuhan tersebut karena aktivitas penambangan pasir di kawasan itu sudah berlangsung lama.

Mulfahri Anggota Komisi II DPR juga mendesak kepolisian secepatnya mengungkap aktor intelektual dibalik pembunuhan Salim. Ia menegaskan, pelaku eksekutor Salim yang ditangkap polisi belum mengungkap dalang utama pembunuhan sadis tersebut.

"Eksekutor ini bukan aktornya yang ada di belakangnya. Yang tidak nyaman dengan Salim Kancil ini," kata Mulfahri, Selasa (29/9).

Ia menuturkan, dalam proses perizinan aktivitas tambang maka penguasa setempat akan berpihak kepada perusahaan tambang. Tidak terkecuali investor skala kecil, sedang dan besar. Menurut Politikus PAN itu, terdapat kekuatan besar dibalik pembunuhan tersebut.

Presiden Jokowi sudah menginstruksikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar segera mengusut tuntas pelaku pembunuhan Salim dan penyiksaan Tosan. 

"Presiden sudah minta Kapolri untuk mengusut pelaku penganiayaan. Saya kira kemarin sudah ditetapkan sejumlah tersangka. Kami kantor Kepala Staf Presiden akan memantau terus penyelesaiannya," kata Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Selasa (29/9).

Dukungan terhadap penuntasan kasus ini juga ditunjukkan lewat petisi "Pak Badrodin Tangkap Para Pembunuh Salim Kancil!" di situs Charge.org. Sampai hari ini, petisi tersebut sudah mencapai 35.000 pendukung.

Tak digubris aparat

Kasus tewasnya Salim ini memang patut menjadi perhatian. Ia tewas karena memperjuangkan hak-haknya sebagai petani. Akibat penambangan pasir liar ini, lahan pertanian milik warga Desa Selok Awar-Awar menjadi tandus.

Namun protes mereka tidak pernah digubris oleh Kepala Desa setempat. Alih-alih menanggapi protes, pertambangan tersebut diduga milik Kepala Desa Selok Awar awar.

Penolakan warga ini menemukan momentumnya pada awal tahun 2015 dengan membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-awar yang diprakarsai oleh 12 aktivis petani yang peduli lingkungan. Di antaranya adalah Salim dan Tosan.

Mereka menilai penambangan pasir di desanya sudah tak bisa ditolelir. Pasalnya, penambangan ini banyak meninggalkan kubangan dimana-mana. Sementara, sawah milik petani di sekitar lokasi menjadi tandus karena air laut meresap.

Namun, aksi-aksi penolakan yang mereka lancarkan hanya menjadi angin lalu. Aparat pemerintah setempat tak pernah menanggapi penolakan warga atas penambangan pasir itu.

Puncaknya, sekelompok preman melakukan teror dengan membantai Salim Kancil dan Tosan. Dua orang ini dianggap sebagai otak penolakan penambangan pasir sehingga harus dihabisi.

Padahal, sebelum peristiwa ini terjadi, para aktivis sudah mengadu ke mana-mana tentang adanya ancaman terhadap keselamatan mereka. Mengadu ke pihak desa pasti sia-sia karena oknum di desa malah membekingi tambang.

Upaya mereka mengadu ke kecamatan dan kabupaten juga tak ada jawaban. Begitu juga saat mereka mengadu ke polisi, tak ada respons cepat. Hingga akhirnya ancaman menjadi kenyataan, Salim dibantai secara sadis pada 26 September 2015.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, kejadian di Lumajang harus menjadi peringatan bagi negara bahwa hak mendapatkan keamanan yang merupakan hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi belum sepenuhnya terpenuhi.

"Pelakunya harus dihukum seberat-seberatnya, termasuk otak di balik kejahatan kemanusian ini," tandas Fahira.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri