Pemda Kutai Timur wakili pusat hadapi Churchill



JAKARTA. Pemerintah Indonesia menyatakan akan menyerahkan proses sidang gugatan arbritase Churchill Mining PLC kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kutai Timur. Sebab, Pemda Kutai Timur lebih menguasai permasalahan dan memiliki data lengkap terkaut gugatan Churcill.

Wakil Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menuturkan, keputusan Pemda Kutai Timur mencabut izin lahan tambang Churchill sudah tepat dan pemerintah pun mendukung. “Strategi pemerintah ke depannya adalah menempatkan Pemda Kutai Timur mewakili pemerintah dalam mengikuti setiap agenda persidangan,” ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (14/8).

Untuk mengingatkan, Churchill Mining telah mengajukan upaya hukum arbitrase international menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia senilai US$ 2 miliar pada 22 Mei 2012 lalu. Churchill merasa dirugikan dengan pencabutan izin usaha tambang oleh Pemda setempat


Menurut Rudi, yang mencabut izin lahan tambang Churchill adalah Pemda Kutai Timur sehingga lebih tepat gugatan diarahkan kepada pemda bukan pemerintah. Tapi pemerintah telah menunjuk Kejaksaaan Agung (Kejagung) sebagai pemimpin operasional dalam menangani gugatan Churchill.

Pemerintah juga sudah mengirim notifikasi penunjukan kuasa hukum kepada International Center for Settlement of Investments Disputes (ICSID) sebagai badan penyelesaian sengketa investasi internasional.

Rudi berpendapat, peluang pemerintah memenangkan sidang perkara dengan pihak Churcill sangat besar. Hal ini didukung dengan alasan bahwa Pemda Kutai Timur tidak pernah menjalin kerjasama kontrak dengan pihak Churchill. Selama ini, Pemda Kutai Timur hanya menjalin kerja sama dengan pihak Ridlatama Group yang kemudian mereka cabut izinnya.

Belakangan diketahui bahwa perusahaan asal Inggris tersebut memiliki saham sekitar 75% di perusahaan lokal Ridlatama Group. Sayangnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006–2008 menyatakan izin usaha pertambangan milik Ridlatama terindikasi palsu.

Rudi menambahkan, setelah pemerintah mengirimkan notifikasi ke ICSID, Churchill juga akan mengirim notifikasi yang sama dalam 60 hari dari sekarang. Kemudian, selama 45 hari ke depan akan ada gelar perkara.

Dalam gelar perkara tersebut, kata Rudi, sangat mungkin pihak kehakiman internasional tidak meneruskan ke tahap persidangan karena dasar hukum yang tidak kuat. “Pihak Churcill juga patut mempertimbangkan bahwa jika terus maju ke persidangan dan mengalami kekalahan maka pihaknya harus membayar dana US$ 2 miliar ke pemerintah Indonesia,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: