KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemegang Obligasi Global PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) mengajukan perkara kepailitan alias Chapter 15 of US Bankruptcy Law di Pengadilan Niaga Distrik New York Selatan. Perkara diajukan 11 September 2019 lalu. Hari ini, Jumat (11/10) majelis hakim akan menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak Duniatex. “Klien saya ini kan offshore loan, pihak luar negeri sehingga punya yurisdiksi yang berbeda dengan hukum di Indonesia. Makanya meski sudah ada perkara PKPU di Pengadilan Niaga Semarang kami tetap mengajukan perkara di Amerika,” kata kuasa hukum para pemegang obligasi Marx Andriyan dari Kantor Hukum Marx & Co.
Menanggapi perkara ini, Kuasa Hukum Duniatex Aji Wijaya dari Kantor Hukum Aji Wijaya & Co bilang bahwa pihaknya juga sudah memberikan jawaban. “Kami meminta perlindungan dan pengakuan atas proses PKPU yang tengah berlangsung di Indonesia,” katanya kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Pendaftar Tagihan Duniatex Masih Minim premium Sementara Rabu (9/10)
Debtwire melaporkan, dari dokumen yang diserahkan Duniatex ke Majelis Hakim Pengadilan Niaga New York Selatan Geoffrey Simms, CEO AJCapital Advisory menjelaskan pihaknya akan berupaya mencegah agar perkara tersebut tak dikabulkan atau kembali muncul perkara serupa di luar negeri. Alasannya, jika perkara di luar negeri dikabulkan maka Duniatex akan menyandang status pailit sehingga akan mengganggu proses PKPU yang terjadi di Indonesia. “Proposal perdamaian yang tengah disusun dalam proses PKPU di Indonesia kami ingin agar menghindari kepailitan, menjamin tidak ada PHK, dan mengoptimalkan nilai bagi seluruh pemangku kebijakan,” tulis Simms. Simms juga menjelaskan bahwa meski sedang menjalani proses PKPU di Indonesia, operasi Duniatex masih berjalan normal. Ia juga menyatakan bahwa Duniatex masih memiliki cukup modal untuk menjalankan operasi hingga akhir tahun. Meski demikan, Simms mengaku Duniatex memang tak memiliki cukup dana untuk melunasi utang-utangnya yang akan jatuh tempo hingga akhir 2019. “Kami memperkirakan akan memiliki kekurangan dana (
cash shortfall) mencapai US$ 273,82 juta pada akhir September 2019, dan mencapai US$ 494,65 juta pada akhir Desember,” lanjut Simms. Masih dalam dokumen yang sama, Simms menjelaskan per Agustus 2019 utang enam entitas Duniatex mencapai US$ 1,51 miliar. Perinciannya US$ 948,3 juta berasal dari kreditur asal Indonesia, sedangkan sisa US$ 562,3 miliar berasal dari kreditur asing.
Baca Juga: Kreditur Duniatex diminta tak telat mendaftarkan tagihan dalam PKPU Utang Duniatex Group berasal dari 48 bank, dimana 22 bank diantaranya memberikan kredit kepada lebih dari satu entitas Duniatex Group. 81,6% dari total utang 22 bank tersebut hingga kini juga masih belum terbayar. Meski demikian, Simms juga bilang saat ini, di luar pengadilan baik di Indonesia maupun Semarang Duniatex juga tengah melakukan negosiasi untuk restrukturisasi. Misalnya, Duniatex telah mencapai kesepakatan dengan BNP Paribas untuk mengonversikan fasilitas lindung nilai (hegding) valas menjadi kredit modal kerja senilai US$ 13 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi