Pemegang Polis Kresna Life Tuntut Michael Steven Kembalikan Uang Nasabah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pemegang polis PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life)  telah menyambangi kantor OJK di Jakarta untuk menuntut Michael Steven selaku pendiri Kresna Grup dan seluruh direksi perusahaan itu untuk bertanggung jawab kepada para pemegang polis.

Salah satu pemegang polis Kresna Life, Ferdinan Petro Simanjuntak menyatakan, para pemegang polis tidak mendukung proses subordinasi loan yang diajukan manajemen Kresna Life karena hal itu sangat merugikan nasabah.

Ia bilang, pihaknya menyambangi kantor OJK untuk menyampaikan aspirasi dan meminta penjelasan regulator terkait perkembangan likuidasi kasus gagal bayar Kresna Life. “Kami juga minta pertanggungjawaban kepada michael steven serta seluruh direksi Kresna Life untuk menyelesaikan tanggung jawabnya kepada pemegang polis," ujar Ferdinan dalam keterangannya dilansir, Kamis (15/8).


Dia mengatakan, OJK saat ini tengah mengusahakan agar proses likuidasi Kresna Life bisa dilakukan dengan cepat. Menurutnya, untuk mempercepat penyelesaikan pembayaran klaim kepada pemegang polis, pihak kepolisian harus segera menangkap Michael Steven selaku tersangka dan dinyatakan buron.

Baca Juga: Sadisnya Kejahatan Korporasi di Pasar Keuangan

Ferdinan juga mendukung upaya hukum yang dilakukan OJK kepada Kresna Life. Ia menyebut bahwa langkah itu  dilakukan demi melindungi konsumen, khususnya para pemegang polis Kresna Life. "Kami mendukung OJK untuk melaksanakan dan mendukung proses kasasi yang sedang berlangsung," ujarnya.

Sebagai informasi, pemilik Grup Kresna Michael Steven ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas. Di luar batas kewajaran, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Michael Steven masih dapat memenangkan gugatan terhadap OJK dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Menurut Pengamat Hukum Denny Indrayana, ada sejumlah ketentuan peraturan perundangan-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat pemilik manfaat sebagai pelaku kejahatan korporasi. Dua di antaranya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019.

Baca Juga: Kasus Kresna Life Modus Lama yang Harus Ditindak Tegas

“Pemegang saham itu bukan hanya atas nama yang ada di dalam anggaran dasar, tapi dia bisa jadi tidak muncul dalam anggaran dasar dan manfaatnya dia terima,” katanya dalam acara InfobankTalknews secara daring yang bertema "Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuanganb,” kata dia, belum lama ini 

Denny mengatakan sebenarnya modus penerima manfaat sudah diantisipasi. Sayangnya, tidak sedikit oknum penegak hukum yang tidak paham, tutup mata, atau bahkan mengenyampingkan ketentuan tersebut. 

Menurutnya, pelaku kejahatan yang melarikan diri semestinya diberikan pengetatan dalam melakukan upaya hukum. Sebab jika pengadilan tidak berani mengambil sikap maka buron dengan bebas lari dari tanggung jawabnya terhadap proses penegakan hukum. 

Dia memaparkan, dalaï ilmi hukum secara global dikenal istilah doktrin fugitive disentitlement, yaitu membatasi hak penjahat dalam melakukan pembelaan hukum pada situasi tertentu. “Sedangkan di dalam negeri, Mahkamah Agung telah menetapkan sejumlah surat edaran yang mengandung pembatasan hak bagi buronan.” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk