Pemenuhan target pajak tahun depan lebih berat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak pada tahun depan masih bakal penuh tantangan. Bahkan Darussalam Tax Center (DDTC) memproyeksikan target penerimaan pajak 2018 akan sulit tercapai, karena adanya berbagai risiko baik domestik maupun eksternal.

Pengamat perpajakan DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, target penerimaan pajak 2018 kemungkinan kembali tidak tercapai. Dia menghitung, sampai akhir 2018, diperkirakan realisasi penerimaan pajak hanya akan mencapai Rp 1.219,2 hingga Rp 1.242,1 triliun. "Hanya 85,6%–87,2% dari target akan lebih merah dari tahun ini. Setidaknya Rp 181,8 triliun shortfall. Ini harus jadi perhatian karena risiko fiskal di depan mata," kata Bawono di Jakarta, Kamis (21/12).

Kondisi itu bisa melebarkan defisit anggaran negara dari yang ditargetkan 2,19% terhadap PDB dalam APBN 2018. Upaya menutup defisit juga tidak akan semudah tahun ini karena tekanan suku bunga serta risiko politik tahun 2018 dan 2019.


Bawono menyebut, sebenarnya pemerintah memiliki dua modal besar mengejar target penerimaan di 2018. Modal itu adalah basis data hasil program pengampunan pajak dan data dari pertukaran informasi pajak.

Permasalahannya, menurut Bawono, bukan sekadar mengumpulkan data. Lebih jauh lagi, bagaimana mengoptimalkan data dalam sistem compliance risk management (CRM) agar tepat sasaran.

Risiko penerimaan makin besar dengan panasnya suhu politik. Hal itu mempengaruhi penerimaan pajak, karena energi elit politik dihabiskan untuk isu kepemimpinan nasional. "Bisa saja mengurangi upaya mengawal agenda reformasi pajak," ucapnya. Apalagi dari sisi eksternal tahun depan Indonesia dihadapkan dengan perubahan lanskap pajak global dengan adanya reformasi pajak di AS.

Reformasi pajak

Terkait reformasi pajak, DDTC berharap Tim Reformasi Pajak yang terbentuk tahun lalu dapat menciptakan institusi pajak yang kuat, kredibel dan akuntabel. Tim ini juga diharapkan memperkuat sinergi yang optimal antarlembaga, serta memperkuat kepatuhan wajib pajak yang tinggi.

Dengan tiga hal itu diharapkan tax ratio Indonesia akan meningkat sebesar 15% pada tahun 2020. "Perubahan lanskap pajak global memberikan sinyal kerangka reformasi pajak harus disusun secara hati-hati. Reformasi pajak tetap harus memperhatikan stabilitas ekonomi serta daya saingnya," kata Bawono.

Terkait reformasi pajak ini, sebelumnya Direktur Jenderal pajak Robert Pakpahan mengatakan, langkah pertama dalam reformasi pajak tahun depan adalah melalui perubahan struktur organisasi di Ditjen pajak. Hal ini seiring perkembangan bisnis, termasuk e-commerce.

Selain itu, Ditjen pajak akan membuat sistem perpajakan yang canggih, sesuai perkembangan teknologi terkini. Robert mengatakan, sistem utama di Ditjen pajak saat ini cukup tua dan lambat. "Sistem yang ada sudah di-install sejak 2002," jelas Robert.

Rencananya, Ditjen pajak akan membeli sistem komputer perpajakan yang tidak jauh berbeda dengan negara lain. Sistem itu juga akan dikembangkan sehingga terintegrasi dengan lembaga lain. Selain itu, reformasi pajak dilakukan dengan perbaikan pelayanan.

Tahun depan Ditjen pajak juga akan menjalankan sejumlah strategi mengoptimalkan penerimaan. Optimalisasi terutama terkait Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2017 tentang Penerimaan pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu. Dengan aturan ini, Ditjen Pajak akan memburu wajib pajak yang masih memiliki harta yang belum dilaporkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini