Pemerasan TKI bisa sampai Rp 325 miliar per tahun



JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan pemerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di bandara bisa mencapai Rp 325 miliar setiap tahunnya. Perhitungan tersebut diperkirakan Bambang, dari jumlah TKI setiap tahunnya yang mencapai 360 ribu TKI. Menurut Bambang, pemerasan terhadap para TKI tersebut hingga mencapai Rp 2,5 juta per orang. "Bila hanya 50 persen TKI saja diperas maka Jumlah hasil pemerasan itu ternyata sangat fantastis, yaitu kira-kira sebesar 130 ribu TKI x Rp 2,5 juta sama dengan Rp 325 miliar per tahun," kata Bambang melalui pesan singkat kepada wartawan, Sabtu (26/7). Pemerasan hingga Rp 2,5 juta tersebut dilakukan melalui biaya mengeluarkan TKI dari bandara, pemaksaan penukaran uang denhan selisih kurs yang gila-gilaan, penggelembungan (mark up) biaya transportasi, biaya pengeluaran barang, dan sebagainya. "Inilah putaran hasil pemerasan yang dinikmati oknum polisi angkatan dan penyelenggara negara lainnya bersama para preman," tambah dia. Seperti diketahui, KPK telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, terkait dengan pelayanan kepulangan TKI di bandara tersebut. Jumat (25/7). Dari sidak yang bekerja sama dengan Kepolisian, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan PT Angkasa Pura II tersebut, sebanyak 18 orang diamankan. Di antara yang diamankan tersebut, ada oknuk TNI AD dan dua oknum Kepolisian. Sedangkan sisanya, Sedangkan sisanya, adalah preman dan calon yang meresahkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sidak juga dilakukan untuk memperbaiki sistem pada pelayanan publik terkait penempatan TKI, dapat membersihkan daerah terbatas bandara dari oknum aparat yang disinyalisasi melakukan praktik tercela kepada para TKI, penertiban area publik dari pihak-pihak yang diduga memeras dengan modus memberi tumpangan pada TKI, dan adanya praktik gratifikasi terhadap pejabat atau pegawai negeri di lingkungan pelayanan TKI. Juru Bicara KPK Johan Budi dalam keterangan tertulis mengatakan, sejak 2006 KPK telah melakukan kajian dan pemantauan terkait sistem penempatan TKI. Hasil kajian tersebut mengungkapkan bahwa pelayanan kepulangan TKI hanyalah salah satu tahapan dalam proses penempatan TKI. KPK juga menemukan bahwa di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan Terminal khusus TKI hingga tahun 2007, terdapat kelemahan yang berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi, seperti rendahnya kurs valas dari market rate di money changer yang merugikan TKI, mahalnya tarif angkutan darat yang disediakan, tidak jelasnya waktu tunggu sejak membeli tiket sampai dengan berangkat, hingga banyaknya praktik pemerasan, penipuan dan berbagai perlakuan buruk lainnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia