JAKARTA. Pemerintah mengabaikan opsi moratorium utang meski jumlah pinjaman yang jatuh tempo membludak tahun ini. Alasannya, penundaan pembayaran utang sangat sulit dilakukan dan berdampak buruh bagi pemerintah.Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengungkapkan beberapa alasan mengapa pemerintah tak berniat melakukan moratorium. Pertama, dia mengatakan moratorium hanya diperuntukan bagi negara yang kemampuan membayarnya rendah sekali. "Indonesia PDB-nya bagus kemudian nggak pernah ada masalah," katanya, Kamis (12/8).Pertimbangan kedua karena prospek perekonomian Indonesia bagus. Rahmatn mencontohkan seperti peringkat surat utang yang terus naik. "Bahkan ada yang sudah memberikan rating investment grade," katanya.Pertimbangan ketiga, pemerintah menilai moratorium utang bukan sesuatu yang mudah dilakukan terutama untuk utang-utang eks Paris Club atau OECD. Menurut Rahmat, bila pemerintah memutuskan moratorium maka harus melibatkan IMF. "Nah, kita tidak mungkin melibatkan IMF karena secara politis persepsinya masih negatif," tegasnya.Keempat, pemerintah tak mau melakukan moratorium karena harus dilakukan secara paripasu. Dengan paripasu ini, pemerintah harus melakukan moratorium kepada semua kreditur. Nah, menurut Rahmat, pemerintah akan kesulitan sebab jumlah kreditur mencapai lebih dari 100.Dan terakhir, Rahmat bilang moratorium akan membuat citra dan berdampak buruk pemerintah Indonesia. Dia bilang pasar langsung akan menjatuhkan vonis bila pemerintah gagal membayar utang. "Imbal hasil surat utang naik, biaya-biaya utang naik," katanya.Tahun ini, jumlah utang pemerintah yang jatuh tempo sebesar Rp 116 triliun. Rinciannya, jumlah utang luar negeri sebesar Rp 54 triliun dan sisanya dari surat utang.Jumlah utang yang jatuh tempo tahun ini melonjak tajam ketimbang tahun lalu. Tahun lalu, jumlah utang yang jatuh tempo hanya sebesar Rp 29 triliun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah Abaikan Opsi Moratorium Utang
JAKARTA. Pemerintah mengabaikan opsi moratorium utang meski jumlah pinjaman yang jatuh tempo membludak tahun ini. Alasannya, penundaan pembayaran utang sangat sulit dilakukan dan berdampak buruh bagi pemerintah.Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengungkapkan beberapa alasan mengapa pemerintah tak berniat melakukan moratorium. Pertama, dia mengatakan moratorium hanya diperuntukan bagi negara yang kemampuan membayarnya rendah sekali. "Indonesia PDB-nya bagus kemudian nggak pernah ada masalah," katanya, Kamis (12/8).Pertimbangan kedua karena prospek perekonomian Indonesia bagus. Rahmatn mencontohkan seperti peringkat surat utang yang terus naik. "Bahkan ada yang sudah memberikan rating investment grade," katanya.Pertimbangan ketiga, pemerintah menilai moratorium utang bukan sesuatu yang mudah dilakukan terutama untuk utang-utang eks Paris Club atau OECD. Menurut Rahmat, bila pemerintah memutuskan moratorium maka harus melibatkan IMF. "Nah, kita tidak mungkin melibatkan IMF karena secara politis persepsinya masih negatif," tegasnya.Keempat, pemerintah tak mau melakukan moratorium karena harus dilakukan secara paripasu. Dengan paripasu ini, pemerintah harus melakukan moratorium kepada semua kreditur. Nah, menurut Rahmat, pemerintah akan kesulitan sebab jumlah kreditur mencapai lebih dari 100.Dan terakhir, Rahmat bilang moratorium akan membuat citra dan berdampak buruk pemerintah Indonesia. Dia bilang pasar langsung akan menjatuhkan vonis bila pemerintah gagal membayar utang. "Imbal hasil surat utang naik, biaya-biaya utang naik," katanya.Tahun ini, jumlah utang pemerintah yang jatuh tempo sebesar Rp 116 triliun. Rinciannya, jumlah utang luar negeri sebesar Rp 54 triliun dan sisanya dari surat utang.Jumlah utang yang jatuh tempo tahun ini melonjak tajam ketimbang tahun lalu. Tahun lalu, jumlah utang yang jatuh tempo hanya sebesar Rp 29 triliun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News