Pemerintah ajukan BMN Rp 43 triliun ke DPR



JAKARTA. Pemerintah kembali meminta persetujuan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait pengunaan barang milik negara (BMN) sebagai tambahan dasar penerbitan (underlying asset) surat berharga syariah negara (SBSN). Oktober tahun lalu, pemerintah juga pernah meminta persetujuan penggunaan BMN senilai Rp 33,4 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerbitan SBSN global dilakukan dalam rangka pembiayaan defisit anggaran dan pembiayaan proyek baik untuk infrastruktur maupun proyek strategis lainnya. Pembiayaan proyek yang menggunakan sukuk memang semakin meningkat.

Pada tahun 2008, besaran pembiayaan proyek hanya Rp 800 miliar dan meningkat ke tahun 2014 yang mencapai Rp 1,5 triliun. Besaran itu juga meningkat di tahun 2015 dan 2016 masing-masing sebesar Rp 7,13 triliun dan Rp 13,67 triliun. Sementara di tahun ini mencapai Rp 16,76 triliun.


"Kalau mau terbitkan lebih banyak lagi (SBSN), akan kami tambahkan underlying asset sebagai basis penerbitan," kata Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (29/5).

Adapun nilai BMN diajukan sebagai underlying asset SBSN mencapai Rp 43,69 triliun. Sedangkan banyaknya BMN yang dimohonkan, merupakan BMN dari 41 kementerian atau lembaga (K/L) dengan jumlah mencapai 9.998 aset.

Tahun ini, pemerintah menargetkan penerbitan SBSN senilai Rp 199 triliun. Sementara itu, hingga saat ini pihaknya telah menerbitkan SBSN sebesar Rp 114 triliun. Dengan demikian masih ada Rp 85 triliun lagi SBSN yang belum diterbitkan pemerintah. Jumlah penerbitan tersebut juga meningkat setiap tahunnya, sejak tahun 2008 silam. Saat itu, jumlah penerbitan SBN hanya sebesar Rp 4,7 triliun.

Hingga saat ini, total penerbitan SBSN oleh pemerintah mencapai Rp 680,2 triliun. "Outstanding per 19 Mei 2017 Rp 490,9 triliun setara 17% dari total SBN yang diterbitkan," tambah dia.

Sayangnya, kali ini Komisi XI tak langsung mengabulkan permohonan pemerintah. Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Jon Erizal mengatakan, pihaknya meminta pemerintah untuk menunjukkan perjanjian antara pemerintah dengan investor.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Muhacharam menginginkan pemerintah mengadakan focus group discussion (FGD) dengan anggota Komisi XI DPR yang akan membahas roadmap strategi utang pemerintah.

Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng memutuskan, pengambilan keputusan terkait permohonan pemerintah tersebut akan dilakukan dalam raker yang akan dilaksanakan 14 Juni 2017 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie