KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) masih akan membahas usulan pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri alias
domestic market obligation (DMO) untuk sektor kelistrikan melalui skema Badan Layanan Umum (BLU) bersama pemangku kepentingan dalam isu ini. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, Kemenko Marves masih ingin mendengar masukan dari asosiasi, PLN, serta kementerian dan lembaga lainnya mengenai usulan skema BLU. “Ini kan sifatnya masih usulan ya, jadi akan dibahas dengan kementerian/lembaga yang lain. Jadi ini nanti masih akan melalui beberapa proses pembahasan, tapi kita perkirakan dalam 2-3 bulan kalau semuanya setuju, BLU ini bisa terbentuk,” ujar Septian saat ditemui Kontan.co.id di Gedung Kemenko Marves, Selasa (11/1).
Usulan skema BLU disusun sebagai solusi persoalan disparitas harga batubara domestik untuk sektor kelistrikan dengan harga batubara global yang ditengarai menjadi salah satu penyebab terjadinya persoalan krisis pasokan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) yang terjadi beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Emiten Batubara Sambut Relaksasi Aturan Larangan Ekspor Seperti diketahui, dalam pemenuhan DMO yang ada saat ini, harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dipatok sebesar US$ 70 per metrik ton. Padahal, harga batubara global bisa bergerak jauh melampaui harga patokan DMO tersebut, bahkan menembus level US$ 200 per ton. Ketidakpatuhan sejumlah perusahaan batubara yang lebih memilih memilih ekspor dan tidak memenuhi ketentuan minimal pemenuhan kebutuhan batubara domestik alias DMO-nya diduga terjadi karena persoalan ini. Berbeda dengan skema DMO eksisting, pemenuhan DMO untuk kelistrikan dalam skema BLU menggunakan skema pungutan batubara untuk dapat mensubsidi pembelian batubara PLN di harga pasar. Sederhananya, PLN dan IPP akan membeli batubara dari produsen dengan pasar. Selisihnya akan ditanggung/dibayar oleh BLU. Dananya berasal dari pungutan yang dibebankan kepada seluruh produsen batubara di Indonesia. Nilai pungutannya dihitung berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli oleh sektor kelistrikan dengan harga berdasarkan acuan US$ 70 per ton. “(Kalau harga pasar lebih rendah dari acuan US$ 70 per ton) pungutannya tidak ada,” terang Septian. Berdasarkan penjelasan Septian, skema BLU ini rencananya diterapkan baik pada transaksi jual-beli batubara antara produsen dengan PLN, maupun pada transaksi jual-beli batubara antara produsen batubara dengan IPP. Septian memastikan, skema BLU ini nantinya tidak akan menyebabkan kenaikan tarif listrik. “(Dengan skema BLU, distorsi harga tidak terjadi. Permasalahan suplai ke depannya juga bisa dihindari, pada saat bersamaan tidak perlu ada kenaikan harga listrik, karena yang subsidi bukan negara lagi, yang subsidi adalah perusahaan-perusahaan batubara,” tutur Septian. Dihubungi terpisah, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto menilai, pemenuhan DMO untuk sektor kelistrikan sebaiknya tetap menggunakan skema eksisting, namun dengan pengawasan dan sanksi yang lebih tegas. “Secara umum, saya melihat konsep BLU hanya menambah kelembagaan baru yang menarik iuran ekspor. Secara prinsip sama,” ujar Mulyanto kepada Kontan.co.id (11/1). Selain menekankan pentingnya pengawasan dan sanksi yang lebih tegas, Mulyanto juga menekankan perlunya perbaikan manajemen di sisi permintaan dari PLN. Dengan cara itu, Mulyanto menyebut, pembelian bisa menjadi lebih efisien.
Beberapa upaya perbaikan yang dapat dilakukan antara lain pemberlakuan sistem kontrak jangka panjang, peniadaan transaksi pembelian melalui trader, membangun sistem transportasi dan logistik yang baik, dan pemberlakuan sistem pembelian dengan harga di tempat/lokasi, bukan di mulut tambang. “Jangan gonta-ganti kebijakan melulu. Jalankan kebijakan DMO ini secara konsisten dan kekurangannya kita sempurnakan,” tutur Mulyanto.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Sektor Batubara di Tengah Kisruh Larangan Ekspor dan Kenaikan Harga Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat