Pemerintah akan batasi kepemilikan kebun asing



JAKARTA. Selain mengatur pembatasan lahan, revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26 tahun 2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan yang rencananya keluar akhir bulan ini juga akan mengatur tentang porsi kepemilikan saham asing.

Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan mengatakan, pengaturan komposisi Penanaman Modal Asing (PMA) dan modal dalam negeri (PMDN) dilakukan agar tidak ada modal asing yang menguasai perkebunan sawit. "Porsi dalam negeri 51% sehingga PMA tidak boleh dominan," katanya, akhir pekan lalu. Dalam aturan baru, pemerintah juga akan mencabut hak guna usaha (HGU) kebun sawit jika lahan diterlantarkan dalam kurun waktu tiga tahun.

Beberapa rencana pembatasan ini menjadi momok bagi perusahaan perkebunan, apalagi pemerintah juga berencana memperpanjang moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendesak agar moratorium izin baru di lahan gambut tidak diperpanjang.


Gapki beralasan moratorium akan menurunkan pembukaan lahan baru sehingga penyerapan tenaga kerja berkurang. Sebelum moratorium diberlakukan, pembukaan kebun baru mencapai sekitar 200.000 ha per tahun. Dari lahan itu potensi produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 800.000 ton sampai 1 juta ton per tahun. Pembukaan lahan itu juga mampu menyerap 40.000 tenaga kerja dan 20.000 orang petani plasma, juga potensi investasi yang ada di sana.

Permintaan Gapki tersebut didasarkan pada hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menunjukkan bahwa gambut bisa dikelola untuk pertanian dan perkebunan. Basuki Sumawinata, ahli ilmu tanah dan sumber daya lahan Fakultas Pertanian IPB mengatakan, pemerintah perlu memilah lagi lahan mana yang perlu dimoratorium dan dibuka perizinannya. “Kalau lahan primer tidak ada keraguan untuk terus diperpanjang, namun untuk lahan gambut masih bisa dipakai untuk produksi,” katanya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa