Pemerintah akan beri instentif buat kontraktor



JAKARTA. Pemerintah menyiapkan langkah untuk mencegah terjadinya kembali permintaan revisi nilai kontrak proyek akibat kenaikan harga material impor.

Langkah itu dilakukan pemerintah seiring adanya permintaan perusahaan jasa konstruksi untuk merevisi nilai kontrak pekerjaan terkait melonjaknya harga material impor akibat pelemahan nilai tukar rupiah.

Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Hediyanto W. Husaini mengatakan, pemerintah akan segera menerapkan insentif kepada para kontraktor tersebut. Menurutnya, insentif itu berupa pembayaran yang sudah bisa dilakukan oleh pemerintah meskipun pekerjaan yang dilakukan belum selesai. "Selama ini, pengerjaan konstruksi lamban karena cash flow dari kontraktor terhambat karena keuangan mereka habis untuk membeli material konstruksi," ujar Hediyanto, Kamis (17/10). Ia mengatakan, dengan begitu pemerintah sudah bisa melakukan pembayaran meskipun material itu belum dipasang kontraktor. Hediyanto mengatakan, kebijakan ini akan tertuang dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Menurutnya, surat edaran ini akan memperjelas Peraturan Presiden (Perpres) No.70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.


Selama ini Perpres tersebut dirasa terlalu mengambang dan berpotensi membebani perusahaan konstruksi. Beberapa belanja  material yang bisa langsung seperti aspal, besi, beton, dan baja.

Kebijakan ini bisa mencegah keadaan darurat konstruksi (kahar) di masa yang akan datang. Meskipun, nantinya pemerintah tidak langsung membayar 100% kepada kontraktor saat pekerjaan belum selesai.

Namun, dengan inisiatif untuk membayar setidaknya 60% dari biaya yang sudah dikeluarkan kontraktor, itu sudah sangat membantu memperbaiki keuangan perusahaan jasa konstruksi Hediyanto mencatat, umumnya perusahaan jasa konstruksi mengeluarkan biaya 60% modal perusahaan untuk membeli material konstruksi. Kendati begitu, lanjut dia, penerapan surat edaran ini baru bisa dilakukan pada kontrak kerja dengan pemerintah di tahun depan. Pasalnya, dalam perjanjian kontrak yang sudah diteken tahun ini belum ada aturan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan