KARAWANG. Pemerintah berkomitmen memberlakukan disinsentif terhadap produk impor tanpa melanggar perjanjian World Trade Organization (WTO). "Free trade itu mempertaruhkan kepentingan dalam negeri. Meskipun kita free trade, harus ada strategi yang menguntungkan kepentingan nasional. Harus kita lakukan," ungkap Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, usai peletakan batu pertama pabrik PT Nestle Indonesia, Senin (12/9).Rencananya, disinsentif itu akan berlaku untuk produk telepon selular (ponsel) pintar BlackBerry dan komponen mesin Bosch. Kedua produk itu memiliki tingkat konsumsi yang terbilang besar di Indonesia. Sayangnya, produsen asing itu hingga kini enggan berinvestasi di dalam negeri.Menurut Hidayat, kedua perusahaan itu telah mengetahui rencana pemerintah memberlakukan kebijakan disinsentif itu. Sehingga, pemerintah akan mendiskusikan kembali rencana itu kepada kedua pihak. "Bosch sedang mengkaji keseriusan sikap pemerintah. Mereka sedang cari cara yang paling baik dengan cara saling menguntungkan," katanya.Selain BlackBerry dan Bosch, pemerintah juga tengah mengkaji pemberlakuan disinsentif pada produk impor lain. Kebijakan itu bertujuan mendongkrak investasi perusahaan asing yang memiliki pangsa pasar besar di Indonesia, tapi malah mendirikan basis produksi di negara lain.Hidayat menyadari, WTO memang melarang negara memproteksi pasar dalam negeri pada produk tertentu. Namun, kebijakan disinsentif itu bisa saja dilakukan demi melindungi kepentingan nasional. Hal ini pun dilakukan oleh Amerika Serikat yang melarang peredaran rokok kretek asal Indonesia demi melindungi pasar rokok mentol dalam negerinya. "Jadi apapun bisa dilakukan tanpa langgar WTO karena semua akan lakukan itu. Kita akan pendekatan secara bisnis," tutur Hidayat.Sebelumnya Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu pernah menyebutkan, penerapan disinsentif seperti misalnya pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada produk impor tertentu seperti BlackBerry membutuhkan pembahasan lebih lanjut. "Sekarang belum bisa mengatakan apa (disinsentifnya) karena belum (dibahas). Hanya saja, semangatnya untuk meningkatkan produksi produk yang digunakan masyarakat di dalam negeri," paparnya.Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian mengusulkan disinsentif terhadap produk-produk impor untuk memperkuat industri di dalam negeri. Usulan disinsentif itu antara lain pengenaan PPnBM terhadap laptop completely built up (CBU) dan telepon genggam. Sebaliknya, produk yang diproduksi di dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tertentu, akan mendapatkan pembebasan PPnBM bahan baku.Kedua, dengan cara memberikan insentif pajak fiskal untuk kendaraan roda empat yang diproduksi di dalam negeri, memenuhi kebijakan ramah lingkungan, serta memenuhi TKDN tertentu. Ketiga, pembatasan investasi asing lewat daftar negatif investasi (DNI) untuk propduk berteknologi rendah. Keempat, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi komponen kapalimpor dan lokal. Kelima, perubahan batas usia impor kapal bekas dari 20 tahun menjadi 15 tahun yang akan diterapkan tahun 2013. Keenam, perubahan batas maksimum impor usia mesin dan peralatan bukan baru menjadi 10 tahun. Ketujuh, renegosiasi terhadap Information Technology Agreement (ITA).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah akan berlakukan disinsentif barang impor tanpa langgar WTO
KARAWANG. Pemerintah berkomitmen memberlakukan disinsentif terhadap produk impor tanpa melanggar perjanjian World Trade Organization (WTO). "Free trade itu mempertaruhkan kepentingan dalam negeri. Meskipun kita free trade, harus ada strategi yang menguntungkan kepentingan nasional. Harus kita lakukan," ungkap Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, usai peletakan batu pertama pabrik PT Nestle Indonesia, Senin (12/9).Rencananya, disinsentif itu akan berlaku untuk produk telepon selular (ponsel) pintar BlackBerry dan komponen mesin Bosch. Kedua produk itu memiliki tingkat konsumsi yang terbilang besar di Indonesia. Sayangnya, produsen asing itu hingga kini enggan berinvestasi di dalam negeri.Menurut Hidayat, kedua perusahaan itu telah mengetahui rencana pemerintah memberlakukan kebijakan disinsentif itu. Sehingga, pemerintah akan mendiskusikan kembali rencana itu kepada kedua pihak. "Bosch sedang mengkaji keseriusan sikap pemerintah. Mereka sedang cari cara yang paling baik dengan cara saling menguntungkan," katanya.Selain BlackBerry dan Bosch, pemerintah juga tengah mengkaji pemberlakuan disinsentif pada produk impor lain. Kebijakan itu bertujuan mendongkrak investasi perusahaan asing yang memiliki pangsa pasar besar di Indonesia, tapi malah mendirikan basis produksi di negara lain.Hidayat menyadari, WTO memang melarang negara memproteksi pasar dalam negeri pada produk tertentu. Namun, kebijakan disinsentif itu bisa saja dilakukan demi melindungi kepentingan nasional. Hal ini pun dilakukan oleh Amerika Serikat yang melarang peredaran rokok kretek asal Indonesia demi melindungi pasar rokok mentol dalam negerinya. "Jadi apapun bisa dilakukan tanpa langgar WTO karena semua akan lakukan itu. Kita akan pendekatan secara bisnis," tutur Hidayat.Sebelumnya Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu pernah menyebutkan, penerapan disinsentif seperti misalnya pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada produk impor tertentu seperti BlackBerry membutuhkan pembahasan lebih lanjut. "Sekarang belum bisa mengatakan apa (disinsentifnya) karena belum (dibahas). Hanya saja, semangatnya untuk meningkatkan produksi produk yang digunakan masyarakat di dalam negeri," paparnya.Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian mengusulkan disinsentif terhadap produk-produk impor untuk memperkuat industri di dalam negeri. Usulan disinsentif itu antara lain pengenaan PPnBM terhadap laptop completely built up (CBU) dan telepon genggam. Sebaliknya, produk yang diproduksi di dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) tertentu, akan mendapatkan pembebasan PPnBM bahan baku.Kedua, dengan cara memberikan insentif pajak fiskal untuk kendaraan roda empat yang diproduksi di dalam negeri, memenuhi kebijakan ramah lingkungan, serta memenuhi TKDN tertentu. Ketiga, pembatasan investasi asing lewat daftar negatif investasi (DNI) untuk propduk berteknologi rendah. Keempat, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi komponen kapalimpor dan lokal. Kelima, perubahan batas usia impor kapal bekas dari 20 tahun menjadi 15 tahun yang akan diterapkan tahun 2013. Keenam, perubahan batas maksimum impor usia mesin dan peralatan bukan baru menjadi 10 tahun. Ketujuh, renegosiasi terhadap Information Technology Agreement (ITA).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News