Pemerintah akan cabut insentif PPnBM LCGC



JAKARTA. Pemerintah berencana mencabut insentif fiskal untuk low cost green car (LCGC). Jika insentif itu dicabut, artinya pabrikan yang memproduksi LCGC harus membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBm) yang selama ini tak dipungut pemerintah.

Namun rencana pencabutan insentif untuk LCGC itu baru akan dilakukan jika pemerintah mengimplementasikan kebijakan low carbon emission vehicle (LCEV). Maka, pemerintah lewat Kementerian Perindustrian sedang mengevaluasi efektivitas dari kebijakan LCGC. "Kami mengevaluasi aturannya, berapa pertumbuhan industri komponen dan berapa penyerapan tenaga kerja sejak LCGC diproduksi," kata Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian kepada KONTAN, Selasa. (4/4).

Terkait aturan LCEV, saat ini Kementerian Perindustrian sedang merumuskan. Dalam rencana, LCEV mengatur secara soal konsumsi bahan bakar kendaraan serta tingkat gas buang yang dihasilkan. Saat ini, ada tiga jenis kendaraan yang masuk program LCEV, yakni mobil hibrid, kendaraan berbahan bakar gas (BBG) serta mobil listrik. "Tujuannya supaya kita menghasilkan produksi kendaraan yang hemat dan ramah lingkungan," terang Haris.


Namun, LCEV membutuhkan infrastruktur pendukung. Soal harga jual mobil LCEV nanti, Haris belum bisa menjawab. Untuk mobil LCGC, pemerintah membuat pengaturan harga. Sebagaimana diketahui, dalam program LCGC, pemerintah mengatur harga jual antara Rp 90 juta sampai Rp 140 juta. Namun jika insentif fiskal LCGC berupa PPnBM dicabut, tentu akan berpengaruh ke harga jualnya.

Andai kata LCGC dikenakan tarif PPnBM sama dengan tarif mobil multi purpose vehilce (MPV) sebesar 10%, maka pencabutan insentif PPnBM ke akan membuat harga LCGC naik antara Rp 9 juta-Rp 14 juta. Namun Haris menilai, potensi kenaikan harga LCGC jika insentif dicabut seharusnya tidak tinggi. "Jika sudah komponen lokal, tentu produksi efisien, kata Haris.

Harus konsisten

Terkait rencana perubahan aturan ini, Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), belum mau berkomentar mendukung atau menolak. "Terlalu dini berkomentar karena aturannya masih dibahas dan baru sebatas wacana," kata Yohannes kepada KONTAN, Senin (3/4).

Sementara itu, Fransiscus Soerjopranoto, Executive General Manager PT Astra Toyota Motor (TAM), bilang, Toyota akan mendukung kebijakan pemerintah jika bertujuan untuk pertumbuhan pasar. "Soal efek ke harga, tentu pencabutan insentif PPnBM berpengaruh ke harga, kata Fransiscus kepada KONTAN, Senin (3/4).

Fransiscus belum bisa memastikan apakah akan ada kenaikan harga LCGC jika insentif LCGC dihapus atau tidak. Namun soal konsep LCEV yang diusung pemerintah, Fransiscus bilang, Toyota sudah mampu menyediakan. "Namun membutuhkan infrastruktur pendukung, ini yang mesti kita kembalikan ke pemerintah," katanya.

Johnny Darmawan, Pengamat Otomotif, menilai, jika pemerintah mencabut insentif PPnBm LCGC, berarti pemerintah tidak konsisten terhadap aturan yang sudah dibuat. Sebab, awal pembuatan aturan LCGC tahun 2013 lalu bertujuan untuk menggairahkan pasar agar konsumen membeli mobil yang harganya terjangkau.

Jadi, pemerintah mesti mengkaji ulang lagi jika insentif itu dicabut. "Sudah banyak hal positif dari kebijakan LCGC tersebut," kata Johnny kepada KONTAN, Senin (3/4). Hal positif pertama menurut Johnny adalah, investasi yang dikeluarkan masing-masing APM. Kedua, menambah gairah pasar otomotif, karena produsen berlomba memproduksi dalam negeri. Ketiga, menambah tenaga kerja dalam produksi yang tentu menggerakkan roda ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini