Pemerintah akan evaluasi total e-KTP



JAKARTA. Presiden Joko Widodo mendukung evaluasi total program kartu tanda penduduk elektronik. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan hal ini terkait hasil sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (17/11/2014).

"Memang Presiden minta dihentikan saja dulu kalau bermasalah terkait data dan servernya yang ada di luar negeri," kata Kalla kepada Kompas.

Saat ditanya sebelum sidang kabinet, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan siap melaporkan moratorium program KTP elektronik (e-KTP) selama dua bulan dalam sidang kabinet. "Saya siapkan laporannya lengkap kalau Presiden nanti menanyakan dalam sidang kabinet," ujar Tjahjo.


Menurut dia, masalah KTP elektronik ternyata tak sesederhana yang diduga. "Sangat complicated (rumit) sehingga agar bisa dievaluasi secara menyeluruh sistemnya, kami hentikan saja. Kami harapkan dua bulan ke depan, atau Januari 2015, evaluasinya sudah bisa diselesaikan sehingga bisa berjalan dengan baik dan tanpa aspek-aspek yang membuat kita ragu dan khawatir, termasuk indikasi-indikasi korupsi yang tengah ditelusuri KPK," tutur Tjahjo.

Masyarakat yang tengah mengurus kartu identitas tetap dilayani dengan menerbitkan KTP model lama. Sejauh ini, pemerintah melayani penerbitan sedikitnya 15.000 KTP per hari.

Ia mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak gegabah menghentikan begitu saja pelaksanaan KTP elektronik yang sudah berjalan. "Kami rapat internal dulu sebelum memutuskan penghentian KTP elektronik. Selain juga mendengar masukan dari para pakar, selain pihak-pihak terkait," ujar Tjahjo.

Beberapa hal yang mendorong Mendagri menghentikan sementara program tersebut adalah temuan KTP elektronik palsu, server di luar negeri, dan kekhawatiran keamanan data.

"Bagaimana, ya, masa kita membuat KTP, semua datanya ada di server di luar negeri. Bagaimana dengan data terkait perbankan, asuransi, dan juga keamanan negeri ini," ucapnya.

Secara terpisah, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan, Polri masih menunggu laporan langsung dari Mendagri terkait KTP elektronik palsu dan penyimpanan data server di India. Setelah laporan diterima, kata Suhardi, Bareskrim Polri akan membentuk tim kejahatan siber untuk menelusuri dugaan itu.

"Hingga hari ini (Senin), kami belum menerima laporan itu. Namun, kami telah menyiapkan tim penyelidikan. Setelah mendapat laporan dari Mendagri dan arahan dari Kepala Polri, tim tersebut siap bertugas," ungkap Suhardi.

Sementara itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membantah server KTP elektronik berada di luar negeri seperti dinyatakan Mendagri. Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Hary Budiarto kepada Kompas, mengatakan, server utama KTP elektronik ada di Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

Adapun server cadangan berada di dua lokasi terpisah, yaitu di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri di Kalibata, Jakarta Selatan, dan Batam, Kepulauan Riau. "Jadi sama sekali tidak betul bahwa server ditempatkan di luar negeri. Semuanya berada di Indonesia," tambah Hary.

Buatan luar negeri

Menurut dia, informasi yang tepat adalah server buatan luar negeri, bukan berada di luar negeri. Hal ini karena belum ada yang mampu membuat server tersebut di Indonesia dan sampai kini server tersebut masih dirawat pemasok dari luar negeri.

"Hingga kini belum ada transfer teknologi untuk merawat server. Tenaga ahli di Indonesia yang bisa merawat pun masih terbatas," lanjut Hary.

Adapun Wakil Rektor Institut Teknologi Bandung Wawan Gunawan menyatakan tidak tahu bahwa server berada di luar negeri. "Saya baru dengar, server berada di luar negeri," kata Wawan. (HAR/APA/SAN/UTI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa