JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya untuk mempercepat pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pemerintah juga sudah mengajukan surat presiden (surpres) terkait permohonan pembahasan RUU tersebut ke DPR RI. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengatakan, stabilitas keamanan di suatu negara akan sangat mempengaruhi kondisi perekonomian. Sebab itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga stabilitas keamanan khususnya dari ancaman teror di Indonesia, sehingga iklim investasi tetap kondusif.
Namun sayangnya, kata Luhut, payung hukum yang ada saat ini masih menjadi kendala bagi pemerintah dan aparat hukum seperti Kepolisian RI, TNI, dan Badan Intelejen Negara (BIN) untuk penanggulangan sekaligus pencegahan aksi teror. "Karena itu, kami berharap pembahasan RUU tentang terorisme bisa berjalan dengan baik," kata dia dalam sambutan di acara pengukuhan Pengurus Kadin, Selasa (5/4). Sebelumnya, beberapa poin yang akan diajukan pemerintah dalam rancangan UU tersebut antara lain, peningkatan kewenangan penyidik terkait penangkapan terduga teroris serta peningkatan jangka waktu penahanannya menjadi sepuluh bulan. Kemudian, pemerintah juga berencana mengubah ketentuan penyadapan yang sebelumnya harus melalui ketua Pengadilan Negeri menjadi hanya cukup lewat hakim pengadilan, serta penegasan definisi terorisme yang akan mencakup kegitan persiapan, pemufakatan, percobaan, serta pembatuan tidakan teror.