JAKARTA. Pemerintah akan meninjau kembali aturan mengenai Bea Keluar (BK) kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang sudah diberlakukan sejak tahun 2007. Alasannya, aturan BK CPO ini belum efektif untuk menahan laju ekspor CPO dan mengembangkan industri hilir CPO di dalam negeri.Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi menilai pemberlakuan BK CPO saat ini belum efektif. Buktinya, "Dari sisi ekspornya, sejak tahun 2007 sampai sekarang volume ekspornya justru meningkat. Padahal, kalau dilihat dari tujuannya, BK bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (18/10).Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, pada tahun 2007 ekspor CPO Indonesia sebanyak 5,701 juta ton atau 34,55% dari total produksi CPO saat itu yang sebesar 16,5 juta ton. Pada tahun 2009, jumlah ekspor CPO meningkat menjadi 9,556 juta ton atau 50,08% dari total produksi CPO tahun 2009 yang sebesar 19,1 juta ton.Benny menambahkan, untuk membicarakan mengenai evaluasi tentang pemberlakuan BK CPO ini, rencananya besok malam (Selasa, 19/10) Kementerian Peridustrian akan melakukan pembicaraan dengan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi (Menko Perekonomian).Selain mengkaji kembali peningkatan volume ekspor CPO, dalam pertemuan nanti juga akan dibahas industri hilir CPO di dalam negeri yang belum berkembang setelah penerapan BK CPO. "Selama ini, produksi sawit Indonesia berkembang, sementara kapasitas dan penyerapan CPO di dalam negeri tidak berubah. Permasalahannya adalah industri hilir di dalam negeri tidak berkembang apakah karena insentif yang diberikan kurang menarik, ini yang akan direview," tambahnya.Aturan mengenai BK CPO ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 223/PMK.011/2008 tentang penerapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar yang digantikan dengan PMK No. 67 tahun 2010 mengenai BK.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemerintah akan review BK CPO
JAKARTA. Pemerintah akan meninjau kembali aturan mengenai Bea Keluar (BK) kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang sudah diberlakukan sejak tahun 2007. Alasannya, aturan BK CPO ini belum efektif untuk menahan laju ekspor CPO dan mengembangkan industri hilir CPO di dalam negeri.Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi menilai pemberlakuan BK CPO saat ini belum efektif. Buktinya, "Dari sisi ekspornya, sejak tahun 2007 sampai sekarang volume ekspornya justru meningkat. Padahal, kalau dilihat dari tujuannya, BK bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (18/10).Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, pada tahun 2007 ekspor CPO Indonesia sebanyak 5,701 juta ton atau 34,55% dari total produksi CPO saat itu yang sebesar 16,5 juta ton. Pada tahun 2009, jumlah ekspor CPO meningkat menjadi 9,556 juta ton atau 50,08% dari total produksi CPO tahun 2009 yang sebesar 19,1 juta ton.Benny menambahkan, untuk membicarakan mengenai evaluasi tentang pemberlakuan BK CPO ini, rencananya besok malam (Selasa, 19/10) Kementerian Peridustrian akan melakukan pembicaraan dengan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi (Menko Perekonomian).Selain mengkaji kembali peningkatan volume ekspor CPO, dalam pertemuan nanti juga akan dibahas industri hilir CPO di dalam negeri yang belum berkembang setelah penerapan BK CPO. "Selama ini, produksi sawit Indonesia berkembang, sementara kapasitas dan penyerapan CPO di dalam negeri tidak berubah. Permasalahannya adalah industri hilir di dalam negeri tidak berkembang apakah karena insentif yang diberikan kurang menarik, ini yang akan direview," tambahnya.Aturan mengenai BK CPO ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 223/PMK.011/2008 tentang penerapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar yang digantikan dengan PMK No. 67 tahun 2010 mengenai BK.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News