Pemerintah akan Revisi Tax Holiday untuk Pengusaha, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA Pemerintah Indonesia siap mengadopsi pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% mulai tahun depan.

Oleh karena itu, saat ini pemerintah akan melakukan revisi ketentuan fasilitas tax holiday sejalan dengan penerapan pajak minimum global tersebut.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, fasilitas tax holiday yang akan berikan oleh pemerintah dirancang agar pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak tidak lebih rendah dari tarif efektif minimum sebesar 15%.


"Kalau untuk konteks Indonesia berarti kalau PPh Badan kita adalah 22% maka tax holiday-nya maksimum sampai 15%. Jadi kita bisa berikan 7%, 22% dikurangi 15%. Itu konteks tax holiday ke depan," ujar Febrio kepada awak media di Kantor Kemenkeu, Jumat (4/10).

Baca Juga: Kemenkeu Pastikan Indonesia Adopsi Pajak Minimum Global 15% di 2025

Mengingat masih ada beban pajak dengan tarif efektif sebesar 15% yang harus dibayar oleh Wajib Pajak penerima tax holiday, maka Febrio mengatakan, pihaknya akan menyiapkan insentif alternatif untuk mengompensasi beban pajak tersebut.

"Mayoritas fiskal masih tetap akan ada, tapi bentuknya bukan tax holiday lagi yang sampai 0%. Tax holiday-nya sampai yang 7% itu kalau untuk Indonesia. Lalu yang 15% nanti kita pikirkan, kita sedang siapkan bersama-sama dengan Kementerian Investasi/BKPM juga," katanya.

Ia menegaskan, pemberian tax holiday di Indonesia yang selama ini berlaku perlu direvisi agar penghasilan Wajib Pajak yang tidak dipajaki oleh Indonesia akibat tax holiday tidak akan dipajaki oleh negara lain.

"Hak pemajakan itu memang akhirnya kalau tidak kita ambil, akan diambil oleh negara asal dari investornya. Jadi kita tidak mau kondisi itu terjadi. Kalau kita tetap berikan tax holiday yang sampai 0% berarti yang 15% akan dipungut oleh negara asalnya. Itu seperti kita menyubsidi APBN negara lain," kata Febrio.

Baca Juga: Kemenkeu Akui Insentif Pajak Kurang Efektif Saat Pajak Minimum Global Berlaku

Untuk diketahui, dalam Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) tersebut mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%. Pajak minimum tersebut akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas EUR 750 juta per tahun. 

Apabila tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan to-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi