KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan penyesuaian ulang postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyar (DPR). Hal ini dilakukan lantaran saat ini sedang dalam fase pemulihan, sementara kasus harian Covid-19 sudah melandai sehingga fokus pemerintah sudah tidak pada penanganan pandemi lagi. Fokus APBN ke depan, akan digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat serta memberikan bantalan subsidi karena pemerintah tidak menaikkan harga-harga energi yang disubsidi.
Kepala Bidang Analisis Fiskal, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Abdurrahman mengatakan, penyesuaian ini bukan karena asumsi makro yang meleset secara keseluruhan. Dia menegaskan asumsi makro masih relatif baik kecuali inflasi dan harga minyak.
Baca Juga: Sri Mulyani Optimistis Pertumbuhan Ekonomi di Kuartal II 2022 Sesuai Ekspektasi “Untuk asumsi, kecuali harga minyak dan inflasi, yang lain masih relatif oke,” tutur Abdurrahman kepada Kontan.co.id, Rabu (11/5). Sementara, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Kebijakan APBN Kemenkeu Wahyu Utomo menegaskan, dalam dua bulan ke depan APBN ini bukan dirombak, melainkan akan disesuaikan agar lebih realistis. “Ini bukan dirombak tapi disesuaikan biar lebih realistis menampung
windfall pendapatan dan kebutuhan belanja,” jelasnya. Saat ini pemerintah berhasil mendapatkan
windfall profit dari berbagai kenaikan komoditas unggulan, sehingga nantinya pendapatan tersebut bisa digunakan sebagai bantalan sosial, salah satunya untuk subsidi. Dihubungi secara terpisah, Ekonom Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, asumsi makro dalam APBN 2022 justru harus dirombak, Di antaranya, asumsi nilai tukar rupiah. Ia mencontohkan, sebaiknya nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp 14.500- Rp 15.500 per dollar AS. Kemudian, untuk inflasi sebaiknya di kisaran 4,5%-5%, harga minyak mentah di kisaran US$ 100- US$ 120 per barel, dan suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun berada di kisaran 6,9%-7,2% p.a.
Baca Juga: Menkeu Yakin Penerimaan Negara Tahun Ini Terdorong Harga Komoditas Menurutnya, perubahan dalam alokasi anggaran juga penting dilakukan. Penambahan subsidi energi sebaiknya menjadi Rp 200 triliun hingga Rp 250 triliun untuk menjaga inflasi tetap ada di kisaran yang aman terhadap pemulihan daya beli masyarakat. Lalu, untuk harga BBM jenis pertalite, solar, tarif listrik dan juga gas LPG 3 kg harus menjadi prioritas pemerintah agar tetap stabil hingga akhir tahun. “Perlindungan sosial masih bisa dinaikkan minimum 4% dari PDB khususnya PKH, dan BSU. Realokasi juga sebaiknya dilakukan untuk anggaran infrastruktur. Perlu pertimbangan matang untuk tetap mempertahankan anggaran jumbo di tengah bergesernya prioritas ekonomi saat ini,” imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi